REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Saat konflik terjadi di Eropa timur, pengunjung pameran pertahanan di Arab Saudi disuguhi pemandangan nyata dengan pameran senjata militer terbaru Ukraina dan Rusia. Kedua negara bersaing untuk mendapatkan perhatian di ruang pameran.
Bagi Maxim Potimkov dari eksportir dan importir senjata negara Ukraina, berdiri sendiri di atas kendaraan lapis baja negaranya tidak pernah ada dalam pikirannya.
"Saya datang untuk pertunjukan ini karena harus ada seseorang di sini dan kami memiliki begitu banyak peralatan di sini," katanya kepada Reuters dilansir dari The New Arab, Senin (7/3/2022).
"Diperkirakan ada lebih dari 50 orang dari Ukraina," tambahnya.
Potimkov, dari Kyiv, sedang melakukan perjalanan ke Ukraina dari pameran dagang di Uni Emirat Arab ketika Rusia meluncurkan invasi brutalnya pekan lalu, dan dia harus membatalkan rencananya. Sekarang kembali ke Timur Tengah, ia menjadi staf stan untuk mempromosikan kendaraan lapis baja taktis dan sistem anti-drone Kozark 7 dan Kozark 2M Ukraina.
Sementara itu, di aula yang berdekatan, pembuat senjata Rusia memajang senjata buatan Moskow, termasuk senjata anti-pesawat dan sistem pertahanan udara. Perwakilan industri Rusia, ketika didekati oleh Reuters, menolak untuk membahas sanksi ekonomi yang dikenakan oleh Barat sebagai tanggapan atas perang.
Ratusan pengunjung di pameran pertahanan di Riyadh, termasuk pejabat pemerintah daerah, militer dan perusahaan, mengamati pameran kekuatan dari negara-negara di seluruh dunia ini bahkan ketika penduduk kota di Ukraina merasakannya secara langsung.
Upaya untuk mengevakuasi orang-orang dari Mariupol, yang telah mengalami hari-hari setelah penembakan Rusia yang telah menjebak orang-orang tanpa pemanas, listrik dan air gagal untuk hari kedua berturut-turut pada Ahad lalu setelah rencana gencatan senjata juga gagal.
Banyak negara penghasil senjata bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan kontrak dari negara-negara Teluk Arab yang kaya, terutama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Negara Teluk itu telah bergerak untuk mendiversifikasi mitra pertahanan mereka dan ingin mengembangkan industri mereka sendiri.
Arab Saudi memimpin koalisi militer, yang mencakup UEA, yang telah memerangi pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman selama tujuh tahun. Kedua belah pihak telah dituduh melakukan pelanggaran berat oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena konflik yang terjadi.