Rabu 09 Mar 2022 00:55 WIB

CEO Total Energies: Krisis Energi Eropa Merupakan Peringatan Besar

Eropa bergantung pada gas alam Rusia, yang memasok 40 persen dari kebutuhannya

 ARSIP - Seorang pekerja konstruksi Rusia berbicara di telepon seluler selama upacara menandai dimulainya pembangunan pipa Nord Stream di Teluk Portovaya sekitar 170 km (106 mil) barat laut dari St. Petersburg, Rusia pada 9 April 2010. Kekhawatiran meningkat tentang apa yang akan terjadi pada pasokan energi Eropa jika Rusia menginvasi Ukraina dan kemudian mematikan gas alamnya sebagai pembalasan atas sanksi AS dan Eropa.
Foto: AP/Dmitry Lovetsky
ARSIP - Seorang pekerja konstruksi Rusia berbicara di telepon seluler selama upacara menandai dimulainya pembangunan pipa Nord Stream di Teluk Portovaya sekitar 170 km (106 mil) barat laut dari St. Petersburg, Rusia pada 9 April 2010. Kekhawatiran meningkat tentang apa yang akan terjadi pada pasokan energi Eropa jika Rusia menginvasi Ukraina dan kemudian mematikan gas alamnya sebagai pembalasan atas sanksi AS dan Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Invasi Rusia ke Ukraina dinilai menjadi "peringatan besar" bagi negara-negara di Eropa yang berharap dapat menyeimbangkan kebutuhan bahan bakar fosil dengan masalah lingkungan, kata kepala eksekutif raksasa energi Prancis TotalEnergies, Senin (7/3/2022).

Eropa bergantung pada gas alam Rusia, yang memasok sekitar 40 persen dari kebutuhannya. Pada Senin (7/3/2022), harga gas acuan melonjak ke rekor tertinggi, karena para pedagang khawatir Rusia dapat membatasi pasokan.

Baca Juga

"Apa yang terjadi hari ini di Eropa adalah peringatan besar bagi banyak pembuat kebijakan jika mereka serius tentang keamanan pasokan, keterjangkauan, dan tentu saja kompatibilitas perubahan iklim," kata Kepala Eksekutif TotalEnergies Patrick Pouyanne pada konferensi energi CERAWeek di Houston.

"Kita harus memikirkan tiga bagian dari segitiga ini dan tidak berpikir bahwa hanya satu bagian yang penting," tambahnya.

Eropa bertujuan untuk secara tajam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dalam beberapa dekade mendatang untuk memerangi perubahan iklim, dengan pemerintah-pemerintah membatasi produksi minyak dan gas dan pembiayaan proyek bahan bakar fosil. Sementara kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dan angin Eropa telah tumbuh tajam dalam beberapa tahun terakhir, sistem tenaga dan energinya tetap sangat bergantung pada gas alam dan batu bara.

Pouyanne mengatakan Eropa perlu membangun lebih banyak infrastruktur untuk mengimpor LNG tambahan jika menginginkan alternatif untuk gas Rusia.

"Kenyataan di Eropa adalah kita tidak memiliki cukup terminal gas ulang hari ini untuk menggantikan volume gas pipa dari Rusia dengan LNG," katanya.

Pouyanne mengatakan TotalEnergies tidak berada di bawah tekanan pemerintah untuk sepenuhnya keluar dari Rusia setelah invasi Ukraina. TotalEnergies adalah satu-satunya perusahaan energi besar Barat yang tidak berencana untuk sepenuhnya keluar dari Rusia; BP, Shell dan Exxon semuanya mengumumkan niat mereka untuk mundur.

TotalEnergies mengatakan akan menghentikan semua pengeluaran baru di Rusia. Perusahaan minyak utama Prancis itu memiliki 19,4 persen kepemilikan di Novatek, produsen gas alam cair (LNG) terbesar di Rusia, serta saham di proyek LNG Arktik yang dipimpin Novatek.

"Saya jelas telah berdiskusi dengan otoritas tertinggi di negara saya dan tidak ada dorongan dari mereka bagi kami untuk keluar dari Rusia," kata Pouyanne pada pertemuan para eksekutif energi.

Pouyanne mengatakan bahwa sanksi Barat terhadap Rusia mengecualikan gas alam dan karena itu tidak akan konsisten bagi perusahaan yang memproduksi gas untuk keluar dari negara itu. Namun TotalEnergies telah berhenti membeli minyak dari Rusia, Pouyanne menambahkan, meskipun salah satu kilangnya yang terkurung daratan di Jerman terus menerima minyak mentah Rusia melalui pipa.

sumber : Antara / Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement