REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap kondisi ekonomi global. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan harus berburu pekerjaan baru dengan mengakses berbagai informasi lowongan pekerjaan, termasuk secara daring.
Sayangnya, ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang mengeksploitasi situasi demikian dengan menyebarkan informasi lowongan pekerjaan palsu. Aksi itu disebut scamming atau trik kepercayaan, dan pelakunya disebut scammer.
Istilah tersebut merujuk pada upaya untuk melakukan penipuan setelah mendapatkan kepercayaan korban terlebih dahulu. Trik itu mengeksploitasi korban menggunakan sifat percaya, kenaifan, dan belas kasih sehingga lebih mudah tertipu.
Sejak Maret 2020, badan amal perekrutan JobsAware di Inggris mendapati peningkatan sebesar 65 persen mengenai laporan unggahan informasi lowongan pekerjaan palsu. Survei JobsAware terpisah pada 2021 menunjukkan tujuh dari 10 pelamar kerja (dari total 1.000 orang) pernah mendapati satu lowongan palsu.
Tidak cuma di Inggris, Better Business Bureau di Amerika Serikat memperkirakan ada 14 juta orang yang terkena penipuan pekerjaan setiap tahun. Pimpinan JobsAware, Keith Rosser, mengatakan ada sejumlah pemicu di tengah pandemi yang membuat orang mudah tertipu.
Banyak orang kehilangan pekerjaan selama pandemi dan sangat membutuhkan pekerjaan baru. Era serbadigital di mana wawancara kerja bisa dilakukan lewat panggilan video juga memudahkan scammer merancang rangkaian perekrutan pegawai palsu.
Rosser membagi penipuan dalam dua kategori utama, pencurian identitas dan pencurian keuangan. Dari dua kategori umum itu, bisa berkembang menjadi banyak subkategori lain, termasuk iklan palsu untuk mengelabui orang yang mencari pekerjaan.
Berikut beberapa tanda peringatan yang bisa dicermati:
1. Iklan tanpa banyak persyaratan
Scammer mungkin menawarkan pekerjaan dengan tantangan rendah untuk mendapatkan pelamar sebanyak mungkin. Mereka biasanya akan menawarkan gaji yang layak tetapi tidak memerlukan banyak pengalaman atau kualifikasi tertentu untuk melamar.
Para pencari kerja kemungkinan akan merespons ini dengan sangat cepat. Saat itulah penipu mulai meminta rincian rekening bank, identitas, serta informasi lain yang bisa jadi ladang penipuan. "Orang-orang terprogram untuk berpikir, 'Yah, saya melamar pekerjaan, saya ingin memberi kesan baik. Jadi saya akan menanggapi permintaan mereka dengan cepat'," ujar Rosser.
2. Lowongan yang meminta pembayaran
Penipuan lowongan pekerjaan yang meminta biaya adalah salah satu yang paling sering dilaporkan ke JobsAware. Ini bisa menjadi area abu-abu karena memang ada beberapa keadaan di mana butuh pembayaran, misalnya pembuatan seragam.
"Tapi saya masih akan mengatakan bahwa 90 persen dari lamaran pekerjaan dan tawaran pekerjaan yang sebenarnya tidak akan memiliki aturan bahwa pencari kerja harus membayar uang," kata Rosser.
3. Mendesak mulai bekerja dengan cepat
Tekanan untuk segera bekerja dengan cepat setelah melamar bisa menjadi tanda peringatan lain. Jika Anda baru mengirimkan aplikasi dan sudah ada yang menghubungi untuk langsung bekerja di hari berikutnya, itu perlu diwaspadai.
4. Ejaan dan tata bahasa yang buruk
Iklan lowongan pekerjaan dengan ejaan dan tata bahasa yang buruk patut dihindari. Rosser juga memperingatkan iklan pekerjaan yang tidak jelas dan hanya menggunakan bahasa umum yang tidak spesifik, dikutip dari laman Business Insider, Selasa (8/3/2022).