REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Anggota parlemen dari Spanyol, Bulgaria, Yunani, dan Denmark membedakan antara mereka yang melarikan diri dari Ukraina dan mereka yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika.
Dilansir dari laman Middle East Eye pada Selasa (8/3), Saat invasi Rusia ke Ukraina terus berlanjut dan menghancurkan banyak nyawa dalam prosesnya, lebih dari 1,7 juta pengungsi kini telah melarikan diri ke negara-negara tetangga. Sementara sebagian besar pria Ukraina berusia antara 18 dan 60 tetap tinggal untuk membela negara, wanita dan anak-anak pergi ke penyeberangan perbatasan yang padat untuk mencari suaka di luar negeri.
Komisaris tinggi PBB untuk pengungsi menyebut situasi tersebut sebagai krisis pengungsi yang tumbuh paling cepat di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Beberapa negara Eropa telah menyambut mereka yang melarikan diri, termasuk lebih dari satu juta di Polandia, 180 ribu di Hongaria, 128 ribu di Slovakia, 83 ribu di Moldova, dan 79 ribu di Rumania.
Politisi sayap kanan dan populis di Eropa telah menggunakan kesempatan ini untuk membedakan antara pengungsi Ukraina dan pengungsi dari tempat lain, yaitu Timur Tengah dan negara-negara Muslim.
Anggota kongres Spanyol dan pemimpin partai sayap kanan Vox Santiago Abascal mengatakan bahwa negaranya harus menyambut pengungsi Ukraina, tetapi bukan Muslim.
"Siapa pun dapat membedakan antara mereka (pengungsi Ukraina) dan invasi pria muda usia militer asal Muslim yang telah meluncurkan diri mereka sendiri ke perbatasan Eropa dalam upaya untuk mengacaukan dan menjajahnya," katanya kepada parlemen pekan lalu.