Rabu 09 Mar 2022 03:36 WIB

Enam Skenario Jika Barat Larang Impor Minyak Rusia

Harga minyak dapat melonjak tinggi jika sanksi larangan impor dari Rusia diberlakukan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Pengeboran minyak di Oklahoma, Amerika Serikat, Senin (7/3/2022). Amerika Serikat (AS) sedang mewacanakan penerapan larangan impor minyak dari Rusia.
Foto: AP Photo/Sue Ogrocki
Pengeboran minyak di Oklahoma, Amerika Serikat, Senin (7/3/2022). Amerika Serikat (AS) sedang mewacanakan penerapan larangan impor minyak dari Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) sedang mewacanakan penerapan larangan impor minyak dari Rusia. Washington berharap sekutu dapat mendukung dan mendorong sanksi terhadap Moskow tersebut. 

Wacana itu telah menyebabkan harga minyak mentah Brent melonjak ke angka 140 dolar AS per barel, Selasa (8/3/2022). Angka itu merupakan yang tertinggi sejak 2008. 

Baca Juga

Rusia adalah pengekspor minyak mentah dan produk minyak terbesar di dunia. Ia memproduksi sekitar 7 juta barel per hari (bph) atau 7 persen dari pasokan global. 

Berikut beberapa kemungkinan yang bakal terjadi jika sanksi berupa larangan impor minyak dari Rusia diterapkan.

Rekor Harga 

JP Morgan memperkirakan, harga minyak dapat menyentuh angka 185 dolar AS per barel pada akhir 2022 jika gangguan terhadap ekspor Rusia berlangsung selama itu. Terakhir kali harga minyak berada di atas 100 dolar AS adalah pada 2014. 

"Perang berkepanjangan yang menyebabkan gangguan luas pada pasokan komoditas dapat membuat Brent di atas 150 dolar per barel," kata analis komoditas di UBS, Giovanni Staunovo.

Kejutan Inflasi 

Dengan harga gas alam menembus angka tertinggi sepanjang masa, melonjaknya biaya energi diperkirakan akan mendorong inflasi di atas 7 persen di kedua sisi Atlantik dalam beberapa bulan mendatang. Hal itu bakal berdampak keras pada daya beli rumah tangga.

Sebagai aturan praktis, setiap kenaikan 10 persen pada harga minyak dalam istilah euro, hal itu meningkatkan inflasi zona euro sebesar 0,1 hingga 0,2 poin persentase. Sejak 1 Januari, minyak mentah Brent naik sekitar 80 persen dalam euro. Di AS, setiap kenaikan harga minyak sebesar 10 dolar per barel, hal tersebut meningkatkan inflasi sebesar 0,2 poin persentase.

Selain menjadi pemasok utama minyak dan gas, Rusia juga merupakan eksportir biji-bijian dan pupuk terbesar di dunia. Moskow pun produsen utama paladium, nikel, batu bara, dan baja. Wacana mengucilkan Rusia dari sistem perdagangan akan memukul berbagai industri serta menambah kecemasan keamanan pangan global.

Pukulan Pertumbuhan 

Pelarangan impor minyak Rusia akan semakin memperlambat pemulihan global dari pandemi Covid-19. Perhitungan awal oleh European Central Bank (ECB) menunjukkan, perang dapat memotong pertumbuhan zona euro sebesar 0,3 hingga 0,4 poin persentase tahun ini dalam skenario dasar dan 1 poin persentase jika terjadi guncangan parah. 

Dalam beberapa bulan mendatang, ada risiko stagflasi yang tinggi atau pertumbuhan kecil hingga minimal ditambah inflasi tinggi. Namun selanjutnya, pertumbuhan zona euro kemungkinan akan tetap kuat, bahkan jika harga komoditas terbukti menjadi hambatan.

Di AS, The Fed memperkirakan, setiap kenaikan 10 dolar per barel pada harga minyak, memangkas pertumbuhan 0,1 poin persentase. Sementara di Rusia, dampak atau guncangannya kemungkinan lebih besar dan segera. JP Morgan memperkirakan, larangan impor minyak akan menyebabkan perekonomian Rusia berkontraksi sebesar 12,5 persen. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement