REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dunia riset saat ini masih didominasi oleh kaum lelaki. Akan tetapi kiprah periset perempuan juga tidak kalah dalam menorehkan prestasi dan meraih penghargaan internasional.
Pada webinar "Talk to Scientists", Selasa (08/03/2022), Neni Sintawardani, periset bidang Teknologi Lingkungan di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berbagi pengalamannya selama berkiprah di dalam penelitian sejak tahun 1983.
Perempuan peraih The Underwriters Laboratories-ASEAN-US Science Prize for Women 2021, kategori peneliti senior itu menceritakan awal mulanya melakukan penelitian dalam pengembangan teknologi pengolahan limbah hingga bio toilet untuk sanitasi.
Saat studi S3 di University of Hohenheim, Stuttgart, Jerman, penelitian Neni berfokus pada pengembangan teknologi anaerobic reactor untuk pengolahan limbah dari agroindustri. Penelitiannya lantas dilanjutkan dengan mengembangkan reaktor-reaktor sejenis untuk pengolahan limbah di lingkungan, seperti limbah tahu, dan tapioka.
Teknologi anaerobic plant skala pilot sudah berhasil diaplikasikan pada pengolahan limbah cair dari 10 pabrik tahu skala kecil di Sumedang. Teknologi tersebut bahkan menghasilkan biogas yang telah dimanfaatkan oleh 89 kepala keluarga.
Seiring berjalannya waktu, Neni banyak melakukan kerja sama riset dengan pihak internasional, salah satunya bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JAICA) dalam mengembangkan bio toilet atau composting toilet. Riset yang ia lakukan itu untuk mengatasi permasalahan sanitasi di daerah-daerah yang sulit air.
Bio toilet yang merupakan desain toilet sistem kering menggunakan matriks serbuk kayu sebagai media penangkap dan pengurai tinja dan urin. Limbah dari WC kering atau bio toilet itu dapat dimanfaatkan untuk kompos.
“Jadi kita mengembangkan konsep recycling. Artinya dari ‘buangan’ kita sendiri diolah (dengan bio toilet), dan bisa digunakan untuk memproduksi pangan. Pangan kita makan dan kemudian kita kembali membuang kotoran. Konsep recycling ini kita butuhkan untuk membentuk masyarakat yang suistanable dalam lingkungan,” jelas Neni.
Periset berprestasi lainnya, Yenny Meliana, menceritakan kisah suksesnya dalam melalukan penelitian terkait teknologi nano-emulsi, terutama dari bahan-bahan alam. Teknologi ini telah diaplikasikan dalam berbagai produk, seperti kosmetik, pestisida, hingga hand sanitizer.
Yenny menerangkan, pertumbuhan pasar untuk kosmetik sejak pandemi paling tinggi terjadi di wilayah Asia Pasifik, yang mencapai 43 persen. Potensi untuk kegiatan riset dalam pengembangan kosmetik itu ia sebut sangat besar.
Teknologi nano-emulsi dan nano-enkapsulasi sudah diaplikasikan untuk memformulasikan agen anti selulit dari ekstrak tanaman pegagan dan jahe. Formulasi tersebut diaplikasikan dalam bentuk produk lotion (anti-cellulite emugel) dan dikonsumsi dalam bentuk kapsul (anti-cellulite nanoencapsulation).
“Begitu diaplikasikan, produknya bisa mengurangi kekasaran kulit hingga 25 persen, kedalaman kerut berkurang sampai enam persen, elastisitas kulit kembali sampai 82 persen, dan kelembapan kulit meningkat 27 persen. Untuk produk kosmetik memang tidak ada yang kembali normal sampai 100 persen,” kata Yenny.
Teknologi nano-emulsi dari formulasi bahan alam juga diaplikasikan pada produk anti-aging serum dan parfum. Teranyar, dia juga mengembangkan formulasi antiseptic gel nanosilver dan essential oil untuk pembuatan hand sanitizer. Penelitian ini diarahkan pada produk hand sanitizer yang membuat kulit lembut namun tidak mengurangi efektivitas kinerja dalam membunuh virus.
“Hasil uji skrining spike inhibitor SARS-COV-2, hand sanitizer dalam penelitian ini berpotensi mencegah penyebaran virus SARS-COV-2 hingga 88,2 persen,” terang dia.
Tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Merujuk pada data UNESCO, partisipasi perempuan dalam bidang ilmu pengetahuan masih minim, dengan total hanya 30 persen periset perempuan di seluruh dunia. Kondisi serupa juga tercermin di Indonesia, dimana dunia riset masih didominasi oleh kaum lelaki.
Sekretaris Utama BRIN, Nur Tri Aries Suestiningtyas, mengungkapkan, dari 12 ribuan pegawai BRIN saat ini, jumlah pegawai perempuan baru mencapai 35 persen. “Saat ini BRIN memiliki 12.672 pegawai, 65 persennya pria, sisanya perempuan 35 persen,” ungkap Nur Tri.