Rabu 09 Mar 2022 15:29 WIB

Mendag Curiga Minyak Sawit Hasil DMO Bocor dan Diekspor

Mendag sedang selidiki dugaan minyak sawit merembes ke industri yang tidak berhak

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga memilih minyak goreng kemasan premium dan produk impor akibat habisnya persediaan minyak goreng sawit di salah satu pusat perbelanjaan di Banda Aceh, Aceh. Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi sedang selidiki dugaan minyak sawit merembes ke industri yang tidak berhak
Foto: ANTARA/ Irwansyah Putra/foc.
Warga memilih minyak goreng kemasan premium dan produk impor akibat habisnya persediaan minyak goreng sawit di salah satu pusat perbelanjaan di Banda Aceh, Aceh. Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi sedang selidiki dugaan minyak sawit merembes ke industri yang tidak berhak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan menyampaikan, pasokan minyak goreng di tengah masyarakat seharusnya melimpah. Pasalnya, ketersediaan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng yang terkumpul dalam kebijakan domestic market obligation (DMO) sudah cukup besar.  

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan, hingga saat ini total pasokan minyak sawit hasil DMO telah mencapai 573,8 ribu ton. Adapun, yang tersalurkan sebanyak 415,7 ribu ton dalam bentuk minyak goreng. Jumlah itu, kata Lutfi, telah melebih perkiraan kebutuhan satu bulan yang mencapai 327,3 ribu ton.

Baca Juga

Meskipun demikian, pihaknya tidak ingin berandai-andai akan penyebab masih sulitnya pasokan minyak goreng, terutama yang sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET). Namun, dugaan bahwa minyak sawit DMO bocor ke industri besar atau justru diekspor ke luar negeri tetap ada.

"Kalau kita lihat, ini merembes ke industri yang mereka tidak berhak dapat minyak DMO atau tindakan melawan hukum dengan mengekspor tanpa izin. Tapi, ini bagian yang kita selidiki," kata Lutfi dalam konferensi pers virtual, Rabu (9/3).

Kebijakan DMO mewajibkan para eksportir CPO, RBD Olein, maupun used cooked oil (UCO) mengalokasikan 20 persen pasokannya untuk pasar dalam negeri dari total yang akan diekspor.

Selain itu, pasokan tersebut dipatok harganya dengan kebijakan domestic price obligation (DPO) yakni sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per kg untuk olein. Lewat DMO dan DPO, harga minyak goreng dapat ditekan sesuai HET, yakni Rp 11.500 per liter untuk curah, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan Rp 14 ribu per liter untuk kemasan premium.  

Para eksportir yang belum memenuhi kebijakan DMO dan DPO tidak akan mendapatkan izin untuk ekspor CPO. "Saya peringatkan itu (ekspor) tidak akan bisa terjadi dan ini akan terverifikasi. Kita tahu di mana tangkit, jalur distribusi D2 dan D2, alamat, semua sudah kita berikan ke Mabes Polri siang ini untuk di-cross check," katanya.

Lutfi pun menegaskan, kebijakan DMO, DPO, maupun HET minyak goreng adalah kebijakan jangka panjang. Ia menegaska kepada semua pihak untk tidak berspekulasi bahwa pemerintah akan mencabut kebijakan itu. Jika aturan Kemendag tidak dipatuhi, akan berlawanan dengan aparat hukum.

"Kita kedepankan azas praduga tak bersalah karena kita tidak mau bersepkulasi. Jadi kita serangkan ke penyidik pegawai negeri sipil Kemendag dan juga Satgas Pangan di Kepolisian," katanya.

Lutfi menambahkan, akan menaikkan volume DMO minyak sawit (CPO) dari 20 persen menjadi 30 persen. Kebijaan itu untuk menjamin tersedianya kebutuhan bahan baku produksi minyak goreng yang khusus digunakan rumah tangga maupun usaha mikro dan kecil.

"Kita akan naikkan volume dari 20 persen menjadi 30 persen besok pagi," katanya dalam konferensi pers, Rabu (9/3).

Ia menjelaskan, alasan Kemendag menambah DMO minyak sawit karena proses distribusi minyak goreng saat ini belum maksimal. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahan baku minyak sawit untuk kebutuhan produksi minyak goreng harus tercukupi seperti situasi normal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement