REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurdin Halid, tegas menolak wacana penundaan Pemilu 2024. Menurut dia, tidak ada alasan fundamental yang konstitusional untuk menunda pemilu, termasuk dengan alasan menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Juga tidak ada masalah force majuere seperti bencana alam, kerusuhan, atau gangguan keamanan sebagaimana tertuang dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pemilu tidak bisa ditunda dengan alasan demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pascapandemi," kata Nurdin saat dikonfirmasi, Rabu (9/3).
Dirinya menyampaikan pentingnya komitmen kebangsaan dalam pelaksanaan demokrasi berdasarkan konstitusi. Konstitusi dengan jelas menegaskan bahwa Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pilkada dilakukan sekali dalam lima tahun.
"UUD 1945 menjadi patokan dasar kita berdemokrasi sebagai wujud kedaulatan berada di tangan rakyat. Pemikiran saya kemudian menjadi salah satu rekomendasi Himpuni kepada pemerintah agar proses politik, khususnya pileg, pilpres, dan pilkada harus berpegang teguh terhadap konstitusi UUD 1945," ujarnya.
Dirinya menuturkan, pemilu merupakan bagian penting dari sistem negara demokrasi. Menurut dia, taat asas dan patuh konstitusi adalah syarat mutlak kita berdemokrasi.
"Lebih dari itu, Pemilu 2024 justru harus dipandang sebagai tonggak penting yang menjajikan harapan baru bagi Bangsa ini," tuturnya.
Selain itu, dirinya juga membantah partainya mendukung penundaan pemilu. Sebab sampai saat ini belum ada diskusi baik informal dan formal terkait usulan tersebut.
"Jadi, kami tetap berpegangan pada keputusan musyawarah nasional dan rapimnas yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di Golkar," ucapnya.
Sebelumya, Golkar lewat Ketua Umum Airlangga Hartarto sempat mendukung wacana penundaan pemilu yang digulirkan pertama kali oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar kemudian disokong Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Airlangga mengaku mendapatkan usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dari petani Sawit di Kabupaten Siak, Riau, dan akan menyampaikan aspirasi itu kepada Jokowi.
"Aspirasinya kami tangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan. Tentu permintaan ini, yang menjawab bukan Menko, karena Menko tadi menjawab urusan sawit,” kata Airlangga dalam keterangan, Jumat (4/3).
Golkar diduga telah menggelar rapat terbatas dengan dihadiri Ketua Umum Airlangga Hartarto, Sekjen Loedwijk Paulus, Bendahara Umum Dito Ganindito, Ketua Bapilu Zainudin Amali, dan sejumlah petinggi Beringin lainnya pada Rabu (2/3) lalu. Wakil Ketua Umum Golkar Melchias Marcus Mekeng mengatakan, Golkar siap mengkaji dengan serius wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Mekeng mengatakan, perpanjangan masa jabatan presiden bukanlah hal yang tabu. "Yang tidak bisa diubah hanya kitab suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi," katanya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, wacana penundaan Pemilu 2024 akan menghilangkan kualitas demokrasi di Tanah Air. Ia mengajak rakyat Indonesia menentang wacana itu.
"Menunda pemilu mengakibatkan negara kehilangan kualitas demokrasinya. Yang berkuasa di Republik Indonesia adalah kuasa rakyat bukan kuasa para oligarki, kembali ke rakyat, negara tidak boleh tergelincir menjadi despotisme (sewenang-wenang)," kata Pangi dalam keterangan pers, Senin (7/2).
Pangi menyinggung regresi demokrasi yang ditandai dengan menunda pemilu dan menambah masa jabatan presiden. Ia khawatir hal itu akan membawa arus balik demokrasi yang menyebabkan kemunduran demokrasi.
"Kembali terjebak pada rezim otoriter, asumsi itu semakin menempel pada rezim pemerintahan saat ini, anasir presiden Jokowi sedang bermain dengan konfigurasi aktor politik (non)-demokratis. Common enemy kita hari ini adalah kaum oligarki yang mau menghabisi demokrasi," ujar Pangi.
Oleh karena itu, Pangi meminta semua pihak menolak wacana penundaan Pemilu 2024. Sebab, menurut dia, wacana itu merupakan kemunduran bagi demokrasi yang diperjuangkan pada 1998 kala menumbangkan Orde Baru.
"Kita tidak boleh mundur kembali dari demokrasi, jalan demokrasi adalah pilihan rakyat Indonesia, bahwa demokrasi adalah satu satunya produk dari apa yang disebut reformasi, yang harus kita lakukan adalah memperjuangkan eksistensi demokrasi, menyelamatkan dan mensukseskan trayek demokrasi," ucap Pangi.