REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidikan dugaan korupsi PT Garuda Indonesia (GIAA) bakal kembali menetapkan tersangka. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, timnya saat ini sedang menyasar sejumlah nama potensi tersangka lain terkait korupsi pengadaan, dan sewa pesawat di perusahaan maskapai penerbangan milik pemerintah tersebut.
“Kemarin kan sudah dua tersangkanya. Yang jelas akan lebih dari itu tersangkanya,” ujar Supardi saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (9/3/2022).
Supardi mengungkapkan, dalam gelar perkara lanjutan, timnya akan menyorongkan sejumlah nama dari hasil penyidikan sementara ini, yang akan meningkat statusnya dari saksi menjadi tersangka. Akan tetapi, Supardi masih merahasiakan inisial, maupun nama yang akan disorongkan tim penyidikannya untuk gelar perkara penetapan tersangka lanjutan.
“Sudah ada nama-namanya. Tidak saya sebutkan sekarang. Nanti orangnya tidak datang (ke pemeriksaan),” ujar Supardi menambahkan.
Selain akan menetapkan tersangka terhadap sejumlah nama saksi, kata Supardi tim penyidikannya, juga masih dalam kajian internal untuk memastikan materi kasus yang timnya tangani berbeda dengan yang sudah pernah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus korupsi GIAA yang pernah ditangani KPK, sudah inkrah menyeret tiga nama menjadi narapidana. Mereka antara lain, eks Direktur Utama (Dirut) GIAA, Emirsyah Satar dan mantan Direktur Teknik GIAA, Hadinoto Soedigno, dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.
Terpidana Hadinoto Soedigno sudah meninggal dunia. Ketiga terpidana itu terbukti bersalah melakukan korupsi berupa memberi, dan menerima suap terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin jet dari Airbush SAS, dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia periode 2009-2014.
Sementara kasus yang ditangani oleh Jampidsus saat ini, sudah menetapkan dua orang tersangka. Yakni Agus Wahyudo (AW) yang ditetapkan tersangka selaku Eksecutive Project Manager Aircraft Delivery PT GIAA 2009-2014, dan Setijo Awibowo (SA), yang ditersangkakan terkait perannya selaku Vice President Strategic Management Office PT GIAA 2011-2012.
Tersangka AW dan SA, juga adalah anggota tim pengadaan pesawat CRJ 1000 NG GIAA 2011, dan ATR 72-600 pada 2012 yang menjadi objek penyidikan perkara di Kejagung.
Supardi menerangkan, antara kasus yang ditangani timnya di Jampidsus, dan yang sudah ditangani oleh KPK, sebetulnya berbeda konstruksi hukumnya. Penjeratan pada sangkaan yang berbeda, pun menurutnya memungkinkan bagi timnya untuk kembali menjerat narapidana KPK tersebut, menjadi tersangka di Jampidsus.
“Yang jelas yang sudah di KPK, itu ada keterkaitannya dengan yang ditangani di sini (Jampidsus),” ujar Supardi melanjutkan.
Namun begitu, Supardi menerangkan, timnya tetap mengharuskan adanya kajian hukum di internal, terkait dua kasus yang berbeda tersebut agar tak menjadi sama saat di sorongkan ke pengadilan tindak pidana korupsi, atau nebis in idem.
“Dua yang di KPK itu, nanti kita lihat bisa nggak untuk dipisahkan kasus dan konsep pemidanaannya untuk menjadi perbuatan yang sendiri-sendiri,” ujar Supardi.
Sementara proses penyidikan berjalan, pada Rabu, pemeriksaan kembali dilakukan terhadap dua saksi dari para mantan petinggi di GIAA. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dua yang diperiksa terkait kasus GIAA, adalah MAW, dan P. MAW, adalah Direktur Utama PT Citilink Indonesia 2012-2014.
Sedangkan P adalah Vice President Corporate Communication PT GIAA 2009-2011. “Dua saksi MAW, dan P diperiksa terkait pengadaan pesawat udara di PT Garuda Indonesia tahun anggaran 2011 sampai dengan 2021,” kata Ketut.