REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim Nasional Percepatan Penanganan Kemiskinan (TNP2K) mengapresiasi penanganan kemiskinan yang dilakukan Pemprov Jatim dalam tiga tahun terakhir. Sekretaris Eksekutif TNP2K Suprayoga Hadi berharap, pada 2022 angka kemiskinan di Jatim kembali turun minimal 1 digit dari 10,59 persen menjadi 9 persen.
"Tahun ini kami berharap angka kemiskinan di Jatim bisa turun lagi 1 digit setelah disurvei BPS bulan ini," kata Suprayoga di Surabaya, Kamis (10/3/2022).
Suprayoga menyatakan, pihaknya tengah fokus melakukan upaya penanggulangan kemiskinan ektrem. Tahun ini, kata dia, ada 212 kabupaten/ kota di 25 provinsi yang menjadi percontohan dalam upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem. Di Jatim, kata dia, ada 25 kabupaten/ kota yang masuk program tersebut.
"Di Jatim kami apresiasi karena banyak inisiatif lokal didukung sumber daya manusia dalam percepatan penanganan kemiskinan. Bisa menjadi contoh daerah lain," ujarnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur Dadang Hardiawan menyebut, tagline Jatim Bangkit yang diangkat Pemprov Jatim sangat relevan dengan upaya penurunan kemiskinan. Dadang melanjutkan, penurunan angka kemiskinan Jatim terjadi di perkotaan dan perdesaan pada periode Maret hingga September 2021.
Catatan BPS Jatim, di periode tersebut penurunan angka kemiskinan mencapai 313,13 ribu jiwa dan tercatat menjadi yang tertinggi sscara nasional. Data tersebut berhasil mengoreksi angka kemiskinan Jatim dari 4,57 juta jiwa (11,40 persen) menjadi 4,25 juta jiwa (10,59 persen) atau turun 0,81 persen.
Dengan menurunnya angka kemiskinan di perdesaan dan perkotaan, disparitas angka kemiskinan pun diakuinya semakin kecil, yakni turun dari 8,24 persen pada September 2018 menjadi 5,8 persen pada September 2021.
"Tidak hanya dalam penurunan kemiskinan, statistik dalam pertumbuhan ekonomi dan pengendalian laju inflasi juga menunjukkan Jatim benar-benar bangkit dari pandemi Covid-19," kata dia.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak mengatakan, poin kemiskinan ekstrem tidak ada dalam RPJMD. Tapi, kata dia, masuk dalam target tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
"Karena itu akan dirumuskan bagaimana penanganan kemiskinan tidak hanya dengan bantuan sosial atau charity, namun juga dengan pendekatan pemberdayaan agar status kemiskinan ekstrem bisa dengan cepat berubah menjadi tidak miskin," kata dia.