Muhammadiyah Gelar Seminar Pra-Muktamar ke-16
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Muhammadiyah Gelar Seminar Pra-Muktamar ke-16. | Foto: istimewa
REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL -- Jelang Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah 2022, Muhammadiyah kembali menggelar seminar pra-muktamar. Kali ini, seminar digelar di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengangkat tema Media, Masyarakat Digital dan Dakwah Muhammadiyah.
Sebagai tuan rumah seminar, Rektor UAD, Dr Muchlas mengatakan, Persyarikatan Muhammadiyah sejak didirikan sudah berusia satu milenium lebih satu dekade. Ia berpendapat, itu merupakan usia yang bagi sebuah organisasi sudah sangat matang.
Di samping telah memberikan banyak dedikasi, pengabdian dan sumbangan besar bagi kemanusiaan, saat ini Muhammadiyah menghadapi tantangan yang luar biasa. Seiring bertambah usia, disrupsi teknologi digital menjadi tantangan besar Muhammadiyah.
Menghadapi tantangan ini, ia meminta Muhammadiyah dapat memerankan diri, tidak hanya merespon secara reaktif. Namun, perlu melakukan upaya-upaya agar menjadi pelaku utama sebagai disruptor, agar dakwah Muhammadiyah menjadi lebih efektif.
Ia melihat, tema seminar pra-muktamar ini sangat relevan dengan kondisi terkini. Muhammadiyah memiliki spirit merespon disrupsi melalui upaya-upaya agar menjadi disruptor, dan sebagai masukan pelaksanaan Muktamar 18 November 2022 mendatang.
"Kami berharap seminar ini bisa memenuhi fungsi sebagai satu sarana pencerahan, agar memperoleh bahan-bahan masukan untuk menyukseskan program kerja Muktamar Muhammadiyah 2022," kata Muchlas, Kamis (10/3).
Sekretaris PP Muh, Dr Agung Danarto menuturkan, ini seminar pra muktamar ke-16 yang disiapkan steering committee untuk menjaring berbagai masukan. Sebanyak 14 seminar digelar sebelum pandemi, dan ini jadi seminar kedua setelah pandemi.
Rencananya, masih ada 10 seminar karena steering committee mempersiapkan 26 seminar yang jadi rangkaian jelang Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. Digelar menghadirkan pakar-pakar untuk berbagi ilmu tentang hal-hal yang sedang terjadi.
Ia berharap, agenda ini mampu menjaring saran bagi kiprah Muhammadiyah ke depan. Ini penting mengingat Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak cuma seremoni pergantian kepemimpinan, tapi menetapkan program-program yang memberi dampak.
Maka itu, harus disiapkan serius, melibatkan pakar-pakar, sehingga program yang dilaksanakan Muhammadiyah benar-benar yang dibutuhkan. Baik bagi masyarakat, bangsa dan negara dalam akselerasi Indonesia, Islam dan dunia berkemajuan.
Agung bersyukur, Muhammadiyah dengan amal-amal usaha bisa mewarnai dunia modern. Tapi, sekaligus jadi peringatan saat teknologi digital, jika Muhammadiyah tidak mengambil peran tidak cuma ketinggalan tapi akan terlindas revolusi itu sendiri.
"Bagi Muhammadiyah ini jadi tantangan, karena ketika modern Muhammadiyah bisa berperan dengan baik, pada era revolusi teknologi digital ini jika Muhammadiyah tidak bisa menyesuaikan diri maka akan terlindas dan tertinggal," ujar Agung.
Seminar ini menghadirkan Ismail Fahmi, Muchlas, Agus Sudibyo, Wahyudi Akmaliah, Abdullah Sammy, Makroen Sanjaya, Hikmawan Saefullah dan Fahd Pahdefie. Seminar dilaksanakan secara luring dan daring (Zoom) dan disiarkan melalui YouTube UAD.
Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad menilai, tantangan dakwah Muhammadiyah abad kedua jauh berbeda dari tantangan dakwah Muhammadiyah abad pertama. Sudah berprestasi abad pertama, perlu mengambil peran untuk berjuang pada abad kedua.
Ia mengingatkan, penggunaan internet melahirkan penemuan baru dalam komunikasi dan informasi, tidak cuma di Indonesia tapi di dunia. Yang mana, membawa pula perubahan tentang cara pandangan dan sikap, dan dunia berlari tanpa kendali.
Perubahan yang dirasakan tidak cuma berimplikasi kepada sosbud dan hal-hal yang bersifat praktis, tapi merubah tata kebiasaan, hubungan pribadi sampai hal-hal agama yang sangat sensitif. Muncul jumatan online, haji metaverse dan lain-lain.
Dadang menekankan, harus ada satu sistem pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi yang baru dan tidak harus tatap muka. Berbasis digital seperti marketplace, sistem dakwah berbasis digital dan tuntutan ibadah berbasis digital.
"Alhamdulillah, Muhammadiyah sudah ada beberapa rintisan seperti universitas berbasis digital, dan mudah-mudahan diperkuat lagi aspek-aspek lain berbasis digital karena Muhammadiyah harus merespon perubahan era disrupsi ini," kata Dadang.