Kamis 10 Mar 2022 14:30 WIB

Putin Gelar Rapat Kabinetnya Bahas Dampak Sanksi Barat

Rusia sedang mempersiapkan balasan terhadap sanksi Barat.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Presiden Rusia Vladimir Putin saat mengunjungi lokasi pembangunan Badan Antariksa Nasional di lokasi Pusat Penelitian dan Produksi Negara Khrunichev di Moskow, Rusia, Ahad, 27 Februari 2022. Putin akan mengadakan pertemuan  konferensi video dengan anggota Kabinet pada Kamis (10/3/2022) waktu setempat.
Foto: AP/Sergei Guneyev/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin saat mengunjungi lokasi pembangunan Badan Antariksa Nasional di lokasi Pusat Penelitian dan Produksi Negara Khrunichev di Moskow, Rusia, Ahad, 27 Februari 2022. Putin akan mengadakan pertemuan konferensi video dengan anggota Kabinet pada Kamis (10/3/2022) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengadakan pertemuan  konferensi video dengan anggota Kabinet pada Kamis (10/3/2022) waktu setempat. Dilansir TASS, Kremlin mengatakan, pertemuan itu akan membahas langkah-langkah untuk mengurangi konsekuensi sanksi bagi ekonomi nasional.

Dalam pertemuan itu, Penjabat Menteri Situasi Darurat, Alexander Chupriyan juga akan membuat laporan tentang akomodasi pengungsi dari Ukraina Timur di wilayah Rusia. Putin dan jajaran kabinetnya juga akan membahas perkembangan invasi Rusia ke Ukraina.

Baca Juga

Sebelumnya memperingatkan bahwa, mereka sedang mempersiapkan balasan terhadap sanksi Barat. Direktur Kerja Sama Ekonomi Kementerian Luar Negeri, Dmitry Birichevsky, mengatakan, Rusia akan menjatuhkan sanksi yang cepat di wilayah paling sensitif di Barat.

"Reaksi Rusia akan cepat, bijaksana dan sensitif bagi mereka yang dituju," ujar Birichevsky, seperti dikutip oleh kantor berita RIA.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Selasa (8/3/2022) memberlakukan larangan impor minyak dan energi lainnya dari Rusia. Sebelumnya Rusia memperingatkan bahwa harga minyak bisa melonjak hingga lebih dari 300 dolar AS per barel, jika Amerika Serikat dan Uni Eropa melarang impor minyak mentah dari Rusia.

Rusia mengatakan, Eropa mengkonsumsi sekitar 500 juta ton minyak per tahun. Rusia memasok sekitar 30 persen dari konsumsi minyak Eropa atau sebesar 150 juta ton, termasuk 80 juta ton petrokimia.

Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak kejatuhan Uni Soviet pada 1991. Kini Barat memberlakukan sanksi yang melumpuhkan hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia, menyusul invasi Moskow ke Ukraina.

Biden mengatakan, larangan impor minyak dari Rusia mendapatkan dukungan bipartisan di Kongres. Dia mengatakan, banyak sekutu dan mitra Eropa mungkin tidak dalam posisi untuk bergabung dengan langkah larangan impor tersebut.

Biden mengatakan, AS memproduksi  minyak lebih banyak di dalam negeri daripada gabungan semua negara Eropa. Sementara AS adalah pengekspor energi bersih.

"Jadi, kami dapat mengambil langkah ini ketika yang lain tidak bisa. Tapi, kami bekerja sama dengan Eropa dan mitra kami untuk mengembangkan strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan mereka pada energi Rusia juga," ujar Biden, dilansir Anadolu Agency.

Biden mengakui bahwa langkah itu akan menimbulkan rasa sakit bagi konsumen Amerika. Harga bensin di Amerika naik ke level tertinggi dalam hampir 14 tahun pada Selasa. Rata-rata nasional mencapai 4,173 dolar AS per galon untuk bensin biasa, tertinggi sejak Juli 2008.

"Perang Putin sudah merugikan keluarga Amerika di pompa bensin. Saya akan melakukan semua yang saya bisa untuk meminimalkan kenaikan harga Putin di sini di dalam negeri," ujar Biden.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement