REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Antara
Pada awal 2021, Pemprov DKI Jakarta digugat oleh tujuh korban banjir Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ketujuh penggugat, yakni Tri Andarsanti, Jeanny Lamtiur, Gunawan Wibisono, Yusnelly Suryadi, Shantywidhiyanti, Virza Syafaat, dan Indra.
Ketujuh korban banjir tersebut menuntut Pemprov DKI Jakarta mengerjakan program pencegahan banjir secara serius di wilayah Mampang Pela, Jakarta Selatan. Selain itu, penggugat juga menuntut Pemprov DKI Jakarta membayar Rp 1 miliar atas kerugian akibat banjir.
Rangkaian sidang berjalan hingga akhirnua pada 15 Februari 2022, dalam putusan yang diunggah, majelis hakim PTUN Jakarta hanya mengabulkan sebagian tuntutan, yaitu memerintahkan Pemprov DKI Jakarta menuntaskan pengerukan Kali Mampang sampai ke Pondok Jaya dan membangun turap sungai di Kelurahan Pela Mampang. Atas putusan itu, Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk mengajikan banding.
Keputusan banding atas putusan PTUN kemudian menuai kritik dari kalangan DPRD DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai abai atas warganya sendiri.
“Kalo betul Pemprov DKI banding, berarti Pemprov DKI sudah mati rasa dan menganggap masyarakat sebagai lawannya,” kata Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono kepada Republika, Kamis (10/3).
Alih-alih melakukan perlawanan, Anies menurut Gembong, semestinya berterima kasih kepada warga yang menggugat dirinya ke PTUN. Pasalnya, dengan adanya gugatan tersebut dari para warga korban banjir, bisa mengingatkan Pemprov DKI untuk lebih serius memberikan jaminan rasa aman bagi warga dan bahaya banjir.
“Dan putusan PTUN itu memang menjadi tugas pokok fungsi (tupoksi) dari Pemprov DKI,” katanya.