Kamis 10 Mar 2022 18:15 WIB

Australia akan Tambah Personel Pertahanan

Dengan penambahan, jumlah personel pertahanan Australia meningkat jadi 80 ribu.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison berbicara saat berjaga di Gereja St Andrews Ukraina di Sydney, Australia, 27 Februari 2022.
Foto: EPA-EFE/BRENDON THORNE
Perdana Menteri Australia Scott Morrison berbicara saat berjaga di Gereja St Andrews Ukraina di Sydney, Australia, 27 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia akan menghabiskan sekitar 38 miliar dolar Australia (Rp 392,77 triliun) hingga 2040 untuk menambah personel aktif pertahanannya sebanyak sepertiga. Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan, penambahan itu dilakukan untuk menjaga negara itu tetap aman dalam lingkungan global yang semakin tidak pasti.

Australia telah meningkatkan belanja pertahanannya selama beberapa tahun terakhir karena China berupaya memperkuat keberadaannyadi kawasan Indo-Pasifik. Tahun lalu, Australia menandatangani kesepakatan untuk membeli kapal selam nuklir dari Amerika Serikat dan Inggris.

Baca Juga

"Ini adalah investasi yang signifikan dalam kekuatan masa depan kami," kata Morrison saat konferensi pers pada Kamis (10/3/2022).

Rencana penambahan itu akan membuat jumlah personel pertahanan meningkat menjadi 80.000. Jumlah ini merupakan yang terbanyak sejak Perang Vietnam. 

Morrison, yang berada di posisi bawah dalam jajak-jajak pendapat di tahun pemilihan, telah menjadikan keamanan nasional sebagai masalah inti. Dia telah menyerang oposisi Partai Buruh sebagai "lunak" terhadap China, yang dipandang oleh dua pertiga warga Australia lebih sebagai ancaman keamanan ketimbang mitra ekonomi.

Pemimpin Oposisi Anthony Albanese dalam pidatonya pada Kamis mengatakan kepentingan keamanan nasional Australia harus "diutamakan di tengah perpecahan parpol". 

Dia dengan tajam mengkritik China karena menawarkan bantuan, bukan sanksi, kepada Rusia yang memerangiUkraina. Sikap itu sehaluan dengan koalisi pemerintahan Morrison.

Menteri Pertahanan Peter Dutton mengatakan sangat penting untuk melengkapi kemampuan pertahanan Australia untuk menjadikannya "mitra yang kredibel" dengan Amerika Serikat, Inggris dan NATO.

"Jika kita ingin mengandalkan mereka, mereka harus mengandalkan kita," kata Dutton kepada wartawan.

Pekan lalu, para pemimpin kelompok negara Quad, Amerika Serikat, India, Australia dan Jepang, sepakat bahwa apa yang terjadi di Ukraina tidak boleh dibiarkan terjadi di Indo-Pasifik, di tengah kekhawatiran tentangTaiwan, sebuah pulau yang diklaim oleh China.

"Jika orang berpikir bahwa ambisi di Indo-Pasifik terbatas hanya untuk Taiwan dan bahwa tidak akan ada dampak langsung jika kami tidak memberikan efek jera dan bekerja sama dengan rekan-rekan kami dan dengan sekutu kami, maka mereka tidak memahami pelajaran sejarah," kata Dutton, tanpa menyebut negara mana pun.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement