Jumat 11 Mar 2022 05:50 WIB

Ketua MTP: Penting Muslimah Pahami Batasan Aib, Agar Lebih Peduli

Masih ada KDRT yang tidak dilaporkan dengan dalih menjaga aib keluarga.

Heru Susetyo, Lektor Kepala di FHUI dan juga Ketua Lembaga Kajian Hukum Islam (LKHI), Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Foto: Istimewa
Heru Susetyo, Lektor Kepala di FHUI dan juga Ketua Lembaga Kajian Hukum Islam (LKHI), Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih cukup banyak terjadi. Bahkan, yang tidak melaporkan bisa jadi lebih banyak dari pada data yang ada. Beberapa alasan dari kalangan yang tidak melaporkan terjadinya KDRT selain karena ketidaktahuan, bisa juga karena merasa hal tersebut adalah aib yang tidak pantas untuk diungkap di muka umum.

“Data dari Komnas Perempuan sepanjang 2004-2021, telah menerima laporan ada 544.452 kasus KDRT, dan ternyata masih ada KDRT yang tidak dilaporkan dengan dalih menjaga aib keluarga,” ujar Azimah Subagijo, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga DKM Masjid Raya Palapa Baitussalam, dalam pengantar Kajian Bulanan Perempuan dan Ketahanan Keluarga yang terselenggara atas kerja sama Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) dengan Masjid Raya Palapa Baitus Salam, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (10/3/2022). 

Kajian ini diadakan rutin setiap bulan, dan didukung oleh Wardah. Khusus pada kajian bulanan kali ini juga diadakan untuk memperingati hari perempuan sedunia yang biasa diperingati pada tanggal 8 Maret. Untuk itu, tema kajian yang diangkat adalah “Mengupas Batas antara Aib Keluarga dan KDRT”. Lebih lanjut, Azimah menyampaikan harapannya melalui kajian kali ini, para peserta khususnya dan juga masyarakat pada umumnya tidak ragu lagi untuk peduli melakukan pencegahan pada KDRT di sekitar mereka. 

 

photo
Kelompok kajian bulanan Perempuan dan Ketahanan Keluarga yang terselenggara atas kerja sama Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) dengan Masjid Raya Palapa Baitus Salam, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (10/3/2022). - (Istimewa)

 

“Penting kita sebagai muslimah memahami batasan mana saja Aib yang harus tetap kita jaga kerahasiaannya di ranah privat, dan yang mana saja dari Aib yang sebaiknya kita laporkan kepada pihak yang berwenang karena sudah termasuk pelanggaran berat KDRT dan/atau tindak pidana lainnya. Terutama agar kita menjadi lebih peduli dan mau ikut mencegah terjadinya kekerasan di sekitar kita. Jangan justru malah menutupi kekerasan yang terjadi dengan dalih menjaga aib,” ujar Azimah yang juga Ketua Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id.

Sementara itu, narasumber inti dari kajian bulanan ini Heru Susetyo menyampaikan, bahwa masih ada salah kaprah di masyarakat tentang KDRT. Seolah-olah KDRT hanyalah kekerasan suami pada istri saja.

Padahal, lingkup KDRT bisa juga terjadi istri pada suami, ayah atau ibu yang menyiksa anak-anak, atau ada juga anak yang menyiksa ayah atau ibunya, maupun ayah, ibu dan anak pada asisten rumah tangga, satpam, atau supir, atau bisa juga terkait ipar dan mertua yang tinggal serumah. Selain itu, bentuk KDRT seringkali hanya dipahami secara fisik saja. Padahal, bentuk KDRT bisa juga berupa kekerasan seksual, kekerasan psikis, dan juga kekerasan ekonomi.

“KDRT di Indonesia yang tertinggi memang masih kekerasan fisik. Namun, kekerasan seksual juga sudah mulai banyak, begitu juga kekerasan psikis dan ekonomi," kata Heru.

Contoh kekerasan psikis adalah berupa intimidasi atau ancaman misalnya suami pada istri atau anaknya agar menuruti kemuannya, atau bisa juga pertanyaan dari orang-orang terdekat tentang kondisi yang belum mampu ia wujudkan. Misalnya, seorang anak setelah ia lulus SMA, kemudian ditanya masuk kuliah di mana.

Jika hanya kuliah swasta, ditanya lagi, mengapa tidak PTN. Setelah lulus kuliah, ditanya kerja dimana, setelah sudah kerja ditanya lagi, mengapa belum menikah, setelah menikah, ditanya mengapa belum punya anak, setelah punya anak, kemudian ditanya mengapa hanya satu, dan seterusnya yang tak jarang membuat seseorang depresi dan tertekan jiwanya.

"Selain itu, pemberian honor yang di bawah UMR pada asisten rumah tangga sebenarnya juga merupakan contoh bentuk kekerasan ekonomi,“ ujar Heru Susetyo, Lektor Kepala di FHUI dan juga Ketua Lembaga Kajian Hukum Islam (LKHI), Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Lebih lanjut, Heru juga mengungkapkan bahwa memang benar ada banyak hadits dan juga ayat Alquran yang berisi tentang keutamaan untuk menjaga aib keluarga. Namun bukan berarti semua aib itu, harus ditutupi atau tidak boleh diungkap.

Ada beberapa kondisi sebuah aib atau informasi yang bersifat privat, itu dapat dibuka atau diceritakan pada pihak yang berwenang. Tertama bila jika aib tersebut tidak dibuka, maka dikhawatirkan justru bertambah lebih buruk.

Adapun dalil tentang pentingnya menjaga aib keluarga antara lain adalah sebagai berikut: hadits dari Abu Sa’id Al Khudry, Rasulullah SAW, pernah bersabda: "Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat kelak adalah seorang laki-laki yang mengetahui rahasia istrinya atau seorang istri yang mengetahui rahasia suaminya kemudian menceritakan rasa itu kepada orang lain." (HR Muslim dan Ahmad). 

Ada juga keutamaan menjaga aib seseorang, yaitu hadits riwayat Ibnu Majah, yang berbunyi, ‘Barang Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat’ maupun juga sebagaimana yang ada di Alquran SuratAn-Nisa ayat 34 (Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.)

Akan tetapi, menurut Heru, seseorang juga harus siap mengungkap aib jika ternyata aib tersebut termasuk delik pidana, seperti hubungan seksual sedarah (incest), atau KDRT berat seperti menyebabkan anggota tubuh cacat. Jika kondisinya seperti ini, maka aib bisa diungkap terutama saat melaporkan pada pihak kepolisian, atau bersaksi di pengadilan.

Namun demikian, terkait aib ini tetap harus dijaga batasannya, yaitu tidak memyebarkannya di media sosial (memviralkannya), menyebut atau mengumbar identitas dan gambar anggota keluarga terkait aib tersebut kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, serta sebisa mungkin konflik terkait aib ini penyelesaian internal sebaiknya didahulukan.

“Pengadilan di negara kita memperlakukan kasus-kasus terkait anak, kesusilaan, dan juga perceraian sebagai pengadilan tertutup. Tentunya, agar hukum tetap dapat ditegakan namun aib keluarga seoptimal mungkin tidak diumbar untuk kepentingan umum. Cukup orang-orang yang terlibat saja yang mengetahui detilnya,” ujar Heru.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement