REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan inflasi pangan di Indonesia masih terjaga di level 3,4 persen meskipun Negara terimbas perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan harga pangan, khususnya gandum yang meningkat. Presiden menyampaikan beberapa negara sudah mengalami kelangkaan pangan sehingga menyebabkan harga pangan di tingkat konsumen meningkat.
"Kalau dilihat dari angka-angkanya, di Rusia naik 12,3 persen, Amerika naik 6,9 persen, Turki 55 persen. Alhamdulillah kita masih di angka 3," kata Presiden saat memberikan pengarahan pada Sidang Terbuka Senat Akademik Dies Natalis ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS) yang dipantau dari Jakarta secara virtual, Jumat (11/3/2022).
Presiden menjelaskan selain pangan, dunia juga mengalami kelangkaan energi. Pada 2020, harga minyak masih berkisar 60 dolar AS per barel.
Namun dengan gempuran pandemi Covid-19 serta perang Ukraina-Rusia, harga minyak mentah pada Maret 2022 meningkat dua kali lipat menjadi 115 dolar AS per barel, bahkan pada pekan lalu sempat menyentuh 130 dolar AS per barel. Dalam kondisi yang sama seperti negara lain, Presiden menyebutkan bahwa RI masih menahan harga jual energi dan pangan ke masyarakat.
"Semua negara harga jualnya ke masyarakat sudah naik. Kita di sini masih nahan-nahan. Bu Menteri (Keuangan) saya tanya, gimana Bu, tahannya sampai berapa hari ini," kata Presiden.
Kepala Negara menambahkan bahwa Indonesia beruntung masih bisa mengendalikan inflasi, dibandingkan negara lain yang bahkan sudah mencapai dua digit. Pada Januari 2022, kenaikan inflasi Rusia tercatat sebesar 8,7 persen; India 6 persen, Amerika Serikat 7,5 persen, Uni Eropa 5,1 persen dan Turki 48,7 persen.
Sementara itu, kenaikan inflasi di Indonesia pada periode yang sama hanya 2,2 persen. Oleh karena itu, Presiden menekankan perlunya stabilitas pangan dan energi melalui transformasi ekonomi.
Transformasi ekonomi yang dimaksud adalah hilirisasi industri dengan optimalisasi produksi terhadap barang setengah jadi dan barang jadi, alih-alih pada bahan mentah baik pada komoditas tambang maupun komoditas pertanian dan perkebunan.