REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi menciduk sejumlah peserta aksi unjuk rasa penolakan pemekaran Papua yang berujung ricuh di dekat kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat (Jakpus), Jumat (11/3) siang WIB. Akibat kericuhan itu Kasat Intel Polres Metro Jakpus, AKBP Ferikson Tampubolon terluka.
"Benar ada anggota yang terluka. Sementara ada beberapa orang yang sedang kita bawa ke Polda Metro untuk dilakukan pemeriksaan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/3).
Meski begitu, Zulpan belum membeberkan berapa peserta demo yang diciduk dan dibawa ke Markas Polda (Mapolda) Metro Jaya. Setidaknya ada beberapa kendaraan yang membawa para peserta demo itu ke Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan sekitar pukul 14.00 WIB. "Jumlah pastinya nanti setelah mereka tiba di Polda ya saya infokan," ujar Zulpan.
Aksi demonstrasi yang digelar para mahasiswa Papua di dekat kantor Kemendagri, Jalan Veteran, Jakpus, berakhir ricuh. Para demonstran nekat menerobos barikade aparat untuk merangsek kantor Kemendagri.
Akibat kericuhan itu, AKBP Ferikson terkena pukulan. "Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat yang jadi korban pemukulan oleh pendemo mahasiswa Papua," kata Kapolsek Sawah Besar, Kompol Maulana Mukarom saat dikonfirmasi.
Menurut Maulana, perwira polisi tersebut mengalami luka robek dibagian kepala. Saat ini, korban sedang dilakukan tindakan medis. "Mengakibatkan luka robek di kepala," kata Maulana.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan puluhan mahasiswa itu merupakan buntut rencana pemerintah, dalam hal ini Kemendagri melakukan pemekaran di Provinsi Papua menjadi enam wilayah administrasi. Rencananya akan ada enam provinsi yang diusulkan menjadi daerah otonomi baru.
Di antaranya, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dan Papua Tabi Saireri. Rencana itu mengacu pada Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 2 Tahun 2021. Pemerintah mengeklaim, pemekaran tersebut bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat. Kemudian, juga disebut dapat mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (OAP).