Jumat 11 Mar 2022 15:30 WIB

Putin: Kenaikan Harga Energi Bukan Salah Rusia, tapi Barat

Pasar minyak telah bergojal sejak invasi Rusia, mencapai level tertinggi 139 dolar AS

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Pengeboran minyak di Oklahoma, Amerika Serikat, Senin (7/3/2022). Amerika Serikat (AS) sedang mewacanakan penerapan larangan impor minyak dari Rusia.
Foto: AP Photo/Sue Ogrocki
Pengeboran minyak di Oklahoma, Amerika Serikat, Senin (7/3/2022). Amerika Serikat (AS) sedang mewacanakan penerapan larangan impor minyak dari Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, kenaikan harga energi dunia terjadi karena kesalahan langkah yang diambil Barat. Namun Putin menilai, Barat mencoba menyalahkan hal tersebut pada negaranya.

“Harga di sana (untuk operator energi di negara-negara Uni Eropa) meningkat, tapi bukan karena kesalahan kami. Ini adalah hasil dari salah perhitungan mereka sendiri. Mereka seharusnya tidak menyalahkan kami untuk hal ini,” kata Putin dalam pertemuan dengan jajaran kabinetnya, Kamis (10/3/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Menurut Putin, hal tersebut turut berlaku bagi lonjakan harga minyak dan produk minyak bumi di Amerika Serikat (AS). “Mereka mengumumkan bahwa mereka menutup impor minyak Rusia ke pasar Amerika, harga di sana tinggi, inflasi sangat tinggi, mungkin tertinggi sepanjang masa. Mereka mencoba untuk mengalihkan kesalahan atas hasil kesalahan mereka sendiri pada kami," ujarnya.

Dia berpendapat hal itu jelas bagi pakar pasar. Sebab pasokan minyak Rusia ke pasar Amerika tidak melebihi tiga persen. "Ini adalah volume yang dapat diabaikan, dan harga mereka naik. Kami sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu, dan bahkan di sini larangan impor minyak Rusia sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu. Mereka hanya bersembunyi di balik keputusan ini untuk sekali lagi menipu populasi mereka sendiri," ucap Putin.

Putin pun menyorot upaya AS bernegosiasi dengan negara-negara yang pernah dikenakan pembatasan tidak sah oleh Washington. "Mereka siap untuk berdamai dengan Iran, segera menandatangani semua dokumen, dan dengan Venezuela. Mereka pergi ke Venezuela untuk berunding, tetapi mereka seharusnya tidak memperkenalkan sanksi tidak sah ini," ujar Putin.

Menurutnya, hal serupa akan terjadi dalam hubungan AS-Rusia. “Saya tidak tentang hal tersebut,” kata Putin.

Sejak invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina, pasar minyak menjadi yang paling bergejolak dalam dua tahun. Pada Rabu (9/3/2022) patokan global minyak mentah Brent membukukan penurunan harian terbesar sejak April 2020. Dua hari sebelumnya, mencapai level tertinggi 14 tahun di lebih dari 139 dolar AS per barel.

"Saya pikir beberapa 'kegelisahan perang' akan keluar dari pasar," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York. "Kami menolak 130 dolar AS dua kali minggu ini. Orang-orang mulai bertanya apakah ada terlalu banyak masalah pasokan. Masih banyak pasokan Rusia," katanya.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam sebuah pertemuan bahwa negara itu, produsen energi utama yang memasok sepertiga gas Eropa dan 7 persen minyak global, akan terus memenuhi kewajiban kontraktualnya pada pasokan energi. Namun, minyak dari pengekspor minyak mentah terbesar kedua di dunia itu sedang dijauhi karena invasinya ke Ukraina, dan banyak yang tidak yakin dari mana pasokan pengganti akan datang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement