REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan (DK) PBB menjadwalkan pertemuan atas permintaan Rusia pada Jumat (11/3/2022), untuk membahas klaim program senjata biologis militer Amerika Serikat (AS) di Ukraina. Klaim Rusia tersebut dibantah keras oleh Ukraina dan AS.
Permintaan Rusia, diumumkan pada Kamis (10/3/2022) sore dalam sebuah cuitan di Twitter oleh Wakil Pertama Duta Besar AS, Dmitry Polyansky. Permintaan ini menyusul penolakan AS atas tuduhan Rusia bahwa Ukraina menjalankan laboratorium kimia dan biologi dengan dukungan AS.
"Ini persis seperti dalih palsu Rusia yang mungkin memulai untuk membenarkan serangan senjata biologi atau kimia. Kami tidak akan membiarkan Rusia menggunakan Dewan Keamanan PBB sebagai tempat untuk mempromosikan disinformasi mereka," ujar juru bicara Misi AS untuk PBB, Olivia Dalton.
Dalton mengatakan, Rusia memiliki sejarah yang terdokumentasi dengan baik dalam penggunaan senjata kimia. Rusia telah lama mempertahankan program senjata biologis yang melanggar hukum internasional. Termasuk rekam jejak yang menuduh Barat atas pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia sendiri. Sementara, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Chumakov, mendesak media Barat untuk meliput berita tentang laboratorium biologi rahasia di Ukraina.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, Kamis (10/3/2022), menegaskan, kembali bahwa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang telah bekerja dengan pemerintah Ukraina tidak mengetahui aktivitas apa pun yang tidak sejalan dengan kewajiban perjanjian internasionalnya, termasuk senjata kimia atau senjata biologis.
Amerika Serikat selama berbulan-bulan telah memperingatkan tentang operasi bendera palsu atau operasi kambing hitam Rusia untuk membuat dalih melakukan invasi.
Gedung Putih dan Dalton menduga, Rusia berupaya untuk menciptakan kepura-puraan agar dapat meningkatkan konflik di Ukraina. Dalton menilai, tindakan ofensif Rusia mulai melambat.
Komunitas internasional selama bertahun-tahun telah menilai bahwa Rusia menggunakan senjata kimia dalam melakukan upaya pembunuhan terhadap para musuh Presiden Vladimir Putin. Salah satunya yaitu terlibat dalam insiden peracunan terhadap kritikus Kremlin Alexey Navalny, yang sekarang mendekam di penjara Rusia.
Pemerintah Rusia juga terlibat dalam peracunan yang menyebabkan kematian terhadap mantan mata-mata Sergei Skripal, di Inggris. Rusia juga mendukung pemerintah Assad di Suriah, yang telah menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya dalam perang saudara 11 tahun.