REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL--Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, penanganan stunting harus dilakukan dengan serius. Hal ini mengingat angka prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi yakni 24,4 persen.
Untuk menekan stunting, pihaknya bersama BKKBN fokus pada pendampingan calon pengantin dengan pendidikan pra nikah, salah satunya melalui KUA. Dalam hal ini, penyuluh agama pun dilibatkan secara aktif dalam upaya menekan stunting.
"Ini menjadi pekerjaan kita semua, nanti (penanganan stunting) bisa ditingkatkan tidak hanya petugas-petugas di kua, kita juga ada penyuluh agama yang 55 ribu (orang) ini saya kira bisa diberdayakan," kata Yaqut saat peluncuran Program Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah di Bantul, DIY, Jumat (11/3).
Menurutnya, penyuluh agama tersebut dapat diberdayakan untuk berkolaborasi tidak hanya dengan BKKBN. Namun, juga berkolaborasi dengan organisasi keagamaan lainnya, termasuk pemerintah daerah.
"Penyuluh-penyuluh agama ini untuk bersama-sama BKKBN, pemerintah daerah dan ormas-ormas Islam berkolaborasi untuk menyelesaikan problem stunting ini," ujarnya.
Yaqut menilai, kolaborasi dari berbagai pihak penting dilakukan guna menekan angka stunting di Indonesia. Terlebih, pemerintah menargetkan pada 2024 angka stunting bisa turun menjadi 14 persen. "Kalau tidak dilakukan dengan kolaborasi yang baik, maka penurunan stunting akan mengalami hambatan," jelas Yaqut.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, peran penyuluh agama tersebut dalam penanganan stunting sangat penting. Pasalnya, penyuluh agama dapat melakukan sosialisasi dan edukasi terkait pencegahan stunting maupun pendidikan pra nikah kepada pasangan calon pengantin yang akan menikah.
"Rekomendasi kan banyak dari pengadilan agama juga, kemudian mereka yang nikah tetapi tidak memenuhi syarat sehat itu kan penting bagi tokoh-tokoh (penyuluh) agama (untuk mengedukasi). Karena calon pengantin pasti datang kepada mereka di kantor agama dan KUA," kata Hasto.
Sosialisasi terkait penanganan stunting ini terus dilakukan secara masif. Termasuk sosialisasi terkait program yang baru saja diluncurkan.

Melalui program tersebut, calon pengantin diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum menikah. Hasto menuturkan, saat ini tim pendamping keluarga BKKBN yang terus melakukan sosialisasi di seluruh Indonesia mencapai 600 ribu orang.
Seluruh tim pendamping ini berperan dalam melakukan sosialisasi kepada calon pengantin. Per tahun, kata Hasto, ada dua juta calon pengantin di Indonesia yang menikah.
600 ribu orang tersebut, katanya, cukup untuk melakukan sosialisasi yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Sementara, khusus di Bantul memiliki 1.200 orang pendamping keluarga yang juga disebut tim percepatan penanganan stunting."Yang nikah ada dua juta setahun, tapi tim 600 ribu itu tidak kurang untuk mengingatkan dan mensosialisasikan yang empat ukuran (dalam pemeriksaan kesehatan yakni berapa hemoglobin, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas)," ujar Hasto. adv