REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha di segmen UKM harus memanfaatkan tren ekonomi digital yang semakin menguat untuk pengembangan bisnis dan mendorong perekonomian bangsa. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan tren ekonomi digital saat ini memiliki potensi yang sangat besar.
"Kita tidak mesti menjadi provider digitalnya tapi kita mesti ikut dalam digitalisasi ini untuk menciptakan nilai tambah tentunya untuk pelaku UKM,” ujar Lutfi dalam seminar Empowering SMEs to Recover Stronger, Jumat (11/3/2022).
Lutfi menjabarkan pelaku UKM dan segmen mikro berkontribusi hampir 62 persen terhadap PDB Indonesia. Sektor usaha ini menyerap lebih dari 97 persen dari total tenaga kerja dengan kontribusi hingga 99 persen dari total usaha di Tanah Air.
Oleh karena itu, kata dia, segmen UKM dan mikro sangat penting terhadap perekonomian nasional. Menurutnya saat ini PDB Indonesia senilai dengan 1,1 miliar dolar AS hingga 1,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 15 ribu triliun hingga Rp 16 ribu triliun.
Dari total nilai itu, ekonomi digital baru sekitar Rp 632 triliun atau setara dengan empat persen. Namun, angkanya diproyeksikan naik empat kali lipat dalam empat tahun ke depan dengan nilai PDB diperkirakan mencapai Rp 24 ribu triliun.
Sehingga, menurutnya, sangat penting bagi UKM untuk memaksimalkan potensi tersebut. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso mengatakan, UKM dan juga usaha mikro perannya sangat besar dalam pemerataan kesejahteraan.
"Di sisi lain, pelaku UKM dan juga segmen mikro sangat terpukul krisis akibat pandemi," katanya.
Sunarso mengatakan pada krisis ekonomi sebelumnya, sektor korporasi yang sangat terdampak. Namun kali ini sektor tersebut menjadi korban utama karena adanya pembatasan aktivitas ekonomi secara langsung.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pihaknya untuk menjaga pemulihan sektor UKM dan juga segmen mikro sebagai upaya menjaga perekonomian nasional. Menurutnya, yang paling penting adalah merestrukturisasi, menyelamatkan UMKM.
Selama periode pandemi itu secara akumulasi BRI sudah merestrukturisasi kredit terutama untuk UMKM itu lebih dari Rp 245 triliun. Kemudian posisi terakhir akhir 2021 tersisa yang masih statusnya restrukturisasi adalah tinggal Rp 156 triliun.
Secara agregat, lanjut dia, yang berhasil direstrukturisasi mendominasi karena yang tidak bisa diselamatkan hanya sekitar lima persen. Untuk itu, Sunarso pun menjelaskan tantangan untuk menumbuhkan UKM dan mikro pada tahun kebangkitan ekonomi 2022.
Tantangannya adalah operational cost dan operational risk yang tinggi. Solusinya, lanjut dia, adalah digitalisasi yang mumpuni sehingga dapat menurunkan biaya operasional tersebut terutama yang berasal dari kesalahan manusia.
"Transformasi digital inilah yang kemudian kita fokuskan kepada dua area saja," katanya.
Yakni mendigitalkan bisnis proses untuk mendapatkan efisiensi dan kemudian mendigitalkan bisnis model untuk mencari bisnis model baru dalam rangka membangun nilai baru.