REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti menegaskan bahwa Almarhum Dokter Sunardi yang diduga terlibat jaringan teroris bukanlah warga Muhammadiyah. Dokter Sunardi ditembak mati oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
"Soal dokter Sunardi. Almarhum dan keluarganya bukan warga Muhammadiyah," ujar Prof Mu'ti dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).
Kendati demikian, lanjut dia, tindakan tegas yang dilakukan Densus 88 harus diinvestasi. Karena, Dokter Sunardi disebut sempat melakukan perlawanan saat penangkapan.
"Meskipun demikian, tindakan Densus 88 yang menembak yang bersangkutan dengan alasan melawan perlu ada investigasi dari pihak berwenang," ucap Prof Mu'ti.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini menambahkan, hukum yang berlaku di Indonesia harus ditegakkan bagi siapa saja. Karena itu, menurut dia, jika dalam kansus ini Densus 88 terbukti melanggar Prosedur Tetap (Protap), maka harus diberikan sanksi.
"Hukum harus ditegakkan bagi siapa saja. Kalau memang ada aparat Densus yang terbukti melanggar protap, harus diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku," kata Prof Mu'ti.
Diketahui, Sunardi merupakan seorang dokter yang membuka praktik di rumahnya di RT 03/RW 07 Kampung Bangunharjo, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.
Sunardi ditangkap dan ditembak mati oleh Densus 88 Antiteror karena diduga terlibat jaringan terorisme.Tim Densus 88 Antiteror Polri menembak mati Sunardi di Jalan Bekonang, Sukoharjo, Rabu (8/3) karena dinilai melakukan perlawanan secara agresif kepada petugas.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, SU melakukan penyerangan terhadap petugas yang sedang menghentikannya dengan menabrakkan mobilnya ke arah petugas.