Sabtu 12 Mar 2022 14:27 WIB

Meta Serukan Kematian Tentara dan Putin, Rusia Blokir Instagram

Rusia mendorong agar perusahaan tersebut dicap sebagai organisasi ekstremis

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Foto selebaran yang disediakan oleh Meta menunjukkan logo merek perusahaan baru yang diumumkan oleh CEO Facebook Mark Zuckerberg selama Konferensi virtual Connect 2021 di Menlo Park, California, AS, 28 Oktober 2021.
Foto: EPA-EFE/META HANDOUT
Foto selebaran yang disediakan oleh Meta menunjukkan logo merek perusahaan baru yang diumumkan oleh CEO Facebook Mark Zuckerberg selama Konferensi virtual Connect 2021 di Menlo Park, California, AS, 28 Oktober 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia akan memblokir platform media sosial Instagram di negaranya. Hal itu diumumkan setelah perusahaan induk Instagram, yakni Meta Platforms Inc, mengizinkan para penggunanya menyerukan kematian bagi tentara Rusia dan Presiden Vladimir Putin dalam konteks konflik dengan Ukraina.

Dalam pengumumannya pada Jumat (11/3/2022), regulator komunikasi dan media Rusia, Roskomnadzor, mengatakan, pihaknya membatasi akses ke Instagram karena platform tersebut menyebarkan seruan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warga dan personel militer Rusia. Pemblokiran akan mulai diterapkan pada Senin (14/3/2022).

Baca Juga

Dengan adanya jeda tiga hari setelah diumumkan, para pengguna Instagram di Rusia mempunyai waktu untuk memindahkan foto dan video mereka ke jejaring sosial yang lain serta memberi tahu para pengikut mereka. Sementara itu, Komite Investigasi Rusia, yang menyelidiki kejahatan besar, telah mengatakan akan meluncurkan penyelidikan terhadap Meta. Kantor kejaksaan umum Rusia mendorong agar perusahaan tersebut dicap sebagai "organisasi ekstremis". Dengan demikian semua kegiatannya dilarang di Rusia

"Sebuah kasus kriminal telah dimulai sehubungan dengan seruan ilegal untuk pembunuhan dan kekerasan terhadap warga Federasi Rusia oleh karyawan perusahaan Amerika, Meta, yang memiliki jejaring sosial Facebook dan Instagram," kata Komite Investigas Rusia dalam laporannya kepada Vladimir Putin.

Belum jelas apa konsekuensi dari kasus pidana itu. Menanggapi langkah Rusia, Presiden Urusan Global Meta Nick Clegg membela keputusan sementara perusahaannya yang mengizinkan para pengguna untuk mengekspresikan kegusaran dan kecamannya terhadap Moskow dalam konteks penyerangan ke Ukraina. “Saya ingin perjelas; kebijakan kami berfokus pada perlindungan hak orang untuk berbicara sebagai ekspresi pembelaan diri sebagai reaksi terhadap invasi militer ke negara mereka,” ucapnya dalam sebuah pernyataan.

“Faktanya adalah, jika kami menerapkan kebijakan konten standar kami tanpa penyesuaian apa pun, kami sekarang akan menghapus konten dari warga Ukraina biasa yang mengekspresikan perlawanan dan kemarahan mereka pada pasukan militer yang menyerang, yang akan dianggap tidak dapat diterima,” kata Clegg menambahkan.

Dia menekankan, kebijakan tersebut hanya berlaku di Ukraina. Meta tidak mengubah kebijakannya terhadap ujaran kebencian yang menargetkan orang-orang Rusia. Meta, yang mengepalai platform Facebook, Instagram, dan WhatsApp memiliki banyak pengguna di Rusia.

Jumlah pengguna Facebook di Rusia saat ini tercatat sebanyak 7,5 juta orang. Kemudian Instagram mencapai 50,8 juta pengguna. Sementara warga Rusia yang menggunakan WhatsApp lebih tinggi, yakni 67 juta pengguna. Angka-angka tersebut merupakan data yang tercatat tahun lalu.

Rusia diketahui telah memblokir Facebook dan membatasi akses terhadap platform Twitter pekan lalu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement