REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo, meminta pemerintah untuk secepatnya merumuskan kembali protokol kesehatan (Prokes), menyusul adanya berbagai penyesuaian-penyesuaian baru dalam menyikapi wabah Covid-19 saat ini.
“Adanya berbagai penyesuaian, misalnya penumpang KRL yang sudah tanpa jarak, sholat berjamaah tanpa jarak, membuat prokes 3 M yang selama ini menjadi senjata utama kita menghadapi serangan wabah Covid-19 perlu diformulasikan kembali agar tidak menimbulkan salah persepsi. Karena itu, pemerintah perlu secepatnya menyusun prokes baru yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini,” katanya kepada Republika, Jumat (11/3/2022).
Kemudian, ia melanjutkan pemerintah perlu memberikan penjelasan yang utuh terkait bagaimana prokes baru itu kepada masyarakat. Tujuannya agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda.
"Perlu penjelasan yang utuh, prokes itu bagaimana? apakah dengan adanya penyesuaian itu penggunaan masker dan cuci tangan masih diharuskan? misalnya, kalau di KRL dan tempat ibadah tidak perlu menjaga jarak, bagaimana dengan tempat tertutup lainnya? perlu ada penjelasan utuh. Artinya, harus dijelaskan kepada masyarakat bagaimana strategi baru dalam memerangi Covid-19,” kata dia.
Ia menambahkan meskipun sudah dilakukan berbagai pelonggaran-pelonggaran, namun azas kehati-hatian harus terus dikedepankan dalam menyikapi Covid-19. “Harus ada kajian-kajian yang utuh dan menyeluruh terhadap strategi pengendalian Covid-19 yang baru,’’ kata dia.
Sebagai anggota komisi DPR yang membidangi urusan kesehatan, Rahmad berpendapat, untuk mengendalikan Covid-19, program vaksinasi saja tidaklah cukup, karena itu prokes 3 M harus tetap dipertahankan. “Program vaksinasi harus tetap diimbangi dengan protokol kesehatan. Silakan saja kalau pemerintah mau definisikan ulang, 3M itu seperti apa," kata Rahmad.
Lebih jauh, Legislator dari Dapil Jawa Tengah V itu juga mendorong pemerintah menggunakan strategi gas dan rem dalam menerapkan pelonggaran kebijakan. Rahmad menyebut, saat kasus Covid-19 berangsur membaik, penyesuaian dapat dilakukan.
"Kalau ternyata setelah penyesuaian-penyesuaian itu indikatornya menunjukkan hal-hal yang mengkhawatirkan dalam kesehatan masyarakat, segera dievaluasi untuk menarik tuas rem untuk kembali dengan pengetatan-pengetatan. Butuh kerja sama semua pihak untuk evaluasi itu. Karena ini masa transisi, saya sekali lagi tetap mendorong masih menggunakan protokol kesehatan,"katanya.
Sebelumnya diketahui, Pemerintah mengklaim tidak akan tergesa-gesa mengubah status pandemi menjadi endemi Covid-19. Penetapan status endemi akan didasarkan pada data ilmiah dan kalkulasi yang matang.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menegaskan bahwa penetapan perubahan status itu harus memerhatikan aspek kehati-hatian.
"Mengenai perubahan status pandemi menjadi endemi, Bapak Presiden menekankan kita tidak perlu tergesa-gesa dan memperhatikan aspek kehati-hatian," ujar Abraham dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/3/2022).