Senin 14 Mar 2022 09:45 WIB

China Diduga Kirim Peralatan Militer untuk Rusia

Rusia Rusia telah meminta dukungan peralatan militer China sejak invasi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Presiden China Xi Jinping, kanan, dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Rusia diduga telah meminta dukungan peralatan militer China sejak invasi 24 Februari ke Ukraina.
Foto: AP/Alexei Druzhinin/Pool Sputnik Government
Presiden China Xi Jinping, kanan, dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Rusia diduga telah meminta dukungan peralatan militer China sejak invasi 24 Februari ke Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah meminta dukungan peralatan militer China sejak invasi 24 Februari ke Ukraina. Laporan tersebut disampaikan Financial Times dan Washington Post pada Ahad (14/3/2022), dengan mengutip sumber informasi dari pejabat Amerika Serikat (AS).

Dalam laporan Washington Post mengatakan, pejabat AS yang tidak disebutkan namanya tidak menyebutkan jenis persenjataan yang diminta dan rincian keterlibatan China. Namun Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan menyatakan AS percaya China menyadari Rusia merencanakan beberapa tindakan di Ukraina sebelum invasi terjadi. Meskipun Beijing mungkin tidak memahami sepenuhnya apa yang direncanakan.

Baca Juga

Sullivan memperingatkan,  Beijing akan menghadapi konsekuensi jika membantu Moskow menghindari sanksi besar dari Barat. Dia telah dijadwalkan bertemu dengan diplomat top China Yang Jiechi di Roma pada Senin (14/3/2022).

Saat ini, menut Sullivan, Washington mengawasi dengan cermat untuk melihat sejauh mana Beijing memberikan dukungan ekonomi atau material kepada Moskow. AS akan memberikan konsekuensi jika itu terjadi.

"Kami berkomunikasi secara langsung, secara pribadi ke Beijing, bahwa pasti akan ada konsekuensi untuk upaya penghindaran sanksi skala besar atau dukungan kepada Rusia untuk mengisinya kembali," kata Sullivan.

"Kami tidak akan membiarkan itu berlanjut dan membiarkan ada jalur kehidupan ke Rusia dari sanksi ekonomi ini dari negara mana pun, di mana pun di dunia," katanya.

Beijing telah mempererat kerja sama dengan Moskow karena mereka mendapat tekanan kuat Barat atas hak asasi manusia dan serangkaian masalah lainnya. China pun tidak mengutuk serangan Rusia dan tidak menyebutnya sebagai invasi. Meski Beijing telah mendesak solusi dengan pembicaraan antara Rusia dan Ukraina.

Juru bicara kedutaan besar China di Washington Liu Pengyu mengaku tidak mendapatkan informasi tersebut.  "Saya belum pernah mendengarnya," ujarnya.

Liu mengatakan, prioritas China adalah untuk mencegah situasi tegang di Ukraina agar tidak lepas kendali. "Situasi saat ini di Ukraina memang membingungkan," katanya kepada Reuters.

Menurut Liu, upaya maksimal harus dilakukan untuk mendukung Rusia dan Ukraina dalam melanjutkan negosiasi meskipun situasi sulit untuk melahirkan hasil dengan damai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement