REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Dokter ahli gigitan ular berbisa Dr dr Tri Maharani MSi SpEm mengungkapkan bahwa ular putih Papua belum ada antiracunnya di dunia. Itu sebabnya, aktivitas mencari ular bernama latin Micropechis ikaheka tersebut tidak boleh dilakukan oleh siapapun.
Dr Tri mengingatkan hal tersebut menyusul peristiwa kematian Anaas Muhtazul'ulum, anggota Exotic Animal Lovers (Exalos) Indonesia, akibat digigit Micropechis ikaheka di Misool Raja Ampat, Provinsi Papua Barat pada Sabtu (12/3/2022). Dalam pernyataan yang diterima di Sorong, Papua Barat, pada Senin (14/3/2022), dr Tri mengatakan bahwa 30 menit setelah digigit ular berbisa tersebut, Anaas menghubungi dirinya untuk meminta pertolongan.
Lalu, dr Tri mengarahkan korban untuk mendatangi puskesmas terdekat, yakni Puskesmas Folley Misool Raja Ampat, untuk mendapatkan penanganan secara medis. Dr Tri menjelaskan bahwa Anaas kemudian dibantu diantar oleh masyarakat Papua di Misool Raja Ampat menggunakan transportasi laut menuju Puskesmas Folley guna mendapat perawatan medis.
"Melalui jaringan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), saya menelepon dokter di Puskesmas Folley Misool Raja Ampat untuk memberikan langkah-langkah penanganan terhadap korban, namun korban tidak tertolong karena tidak ada peralatan yang khusus guna penanganan gigitan ular berbisa," kata dokter spesialis kedaruratan yang juga penasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk kasus gigitan ular itu.