Senin 14 Mar 2022 14:47 WIB

Deteksi Penyerang Rusia, Ukraina Gunakan Sistem Pengenalan Wajah 

Clearview dapat digunakan untuk menyatukan kembali para pengungsi yang terpisah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang wanita menghangatkan dirinya dengan selimut di tengah kerumunan pengungsi setelah melarikan diri dari Ukraina dan tiba di perbatasan di Medyka, Polandia, Senin, 7 Maret 2022.
Foto: AP/Markus Schreiber
Seorang wanita menghangatkan dirinya dengan selimut di tengah kerumunan pengungsi setelah melarikan diri dari Ukraina dan tiba di perbatasan di Medyka, Polandia, Senin, 7 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Kementerian Pertahanan Ukraina pada Sabtu (12/3/2022) mulai menggunakan teknologi pengenalan wajah, Clearview AI. Perusahaan rintisan AS, Clearview menawarkan untuk mengungkap penyerang Rusia, memerangi informasi hoaks, dan mengidentifikasi orang yang tewas dalam serangan.

Rencana penggunaan teknologi pengenalan wajah muncul setelah Rusia menginvasi Ukraina. Kepala Eksekutif Clearview AI, Hoan Ton-That mengirim surat ke Kiev untuk menawarkan bantuan.

Baca Juga

Dalam suratnya, Ton-That mengatakan, teknologi Clearview dapat digunakan untuk menyatukan kembali para pengungsi yang terpisah dari keluarga mereka. Termasuk mengidentifikasi operator Rusia, dan membantu pemerintah menghilangkan informasi hoaks terkait serangan Rusia.

Ton-That mengatakan, Clearview tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya sumber identifikasi. Dia tidak ingin teknologi buatannya digunakan untuk melanggar Konvensi Jenewa, yang menciptakan standar hukum untuk perlakuan kemanusiaan selama perang.

Sebelum menggunakan Clearview, pihak berwenang di Ukraina harus menerima pelatihan. Mereka juga harus memasukkan nomor kasus dan alasan pencarian. 

Clearview sedang melawan tuntutan hukum di AS atas tuduhan melanggar hak privasi, dengan mengambil gambar dari web. Clearview berpendapat pengumpulan datanya mirip dengan cara kerja pencarian di Google. Namun, beberapa negara termasuk Inggris dan Australia menganggap praktik yang dilakukan Clearview ilegal.

Kementerian Pertahanan Ukraina tidak membalas permintaan komentar terkait penggunaan teknologi pengenalan wajah tersebut. Sebelumnya, juru bicara Kementerian Transformasi Digital Ukraina mengatakan, mereka sedang mempertimbangkan tawaran bantuan dari perusahaan kecerdasan buatan yang berbasis di AS. Banyak bisnis Barat telah berjanji untuk membantu Ukraina dengan menyediakan perangkat keras internet, alat keamanan siber, dan dukungan lainnya.

Pendiri Clearview AI mengatakan, perusahaan startup-nya memiliki lebih dari 2 miliar gambar dari layanan media sosial Rusia, VKontakte. Basis data itu dapat membantu Ukraina mengidentifikasi korban tewas dengan lebih mudah, daripada mencoba mencocokkan sidik jari. 

Ukraina menerima akses gratis ke mesin pencari Clearview untuk pengenalan wajah. Penasihat Clearview dan mantan diplomat di bawah presiden AS Barack Obama dan Joe Biden, Lee Wolosky, mengatakan, penggunaan sistem pengenalan wajah memungkinkan pihak berwenang Ukraina memeriksa orang-orang yang berkepentingan di pos pemeriksaan.

Wolosky mengatakan, gambar dari database VKontakte membuat dataset Clearview lebih komprehensif daripada PimEyes, yaitu mesin pencari gambar yang tersedia untuk umum dan digunakan mengidentifikasi individu dalam foto perang. VKontakte tidak segera menanggapi permintaan komentar. Sementara perusahaan media sosial AS seperti Facebook, telah menuntut Clearview berhenti mengambil datanya.

Baca juga : Warga Turki Terjebak di Masjid Mariupol Menanti Dievakuasi

Direktur Eksekutif Proyek Pengawasan Teknologi Pengawasan di New York, Albert Fox Cahn, mengatakan, pengenalan wajah bisa salah mengidentifikasi orang di pos pemeriksaan dan dalam pertempuran. Ketidakcocokan dapat menyebabkan kematian warga sipil, sama seperti penangkapan yang tidak adil oleh polisi karena teknologi pengenalan wajah.

“Kita akan melihat teknologi yang bermaksud baik menjadi bumerang dan merugikan orang-orang yang seharusnya dibantunya,” kata Cahn.

Cahn menggambarkan, mengidentifikasi korban tewas merupakan cara yang paling tidak berbahaya untuk menyebarkan teknologi dalam perang. "Terapi setelah Anda memperkenalkan sistem ini, dan database terkait ke zona perang, Anda tidak memiliki kendali atas bagaimana itu akan digunakan dan disalahgunakan," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement