REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menyampaikan, pemerintah tak akan tinggal diam terkait masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng yang masih terjadi hingga saat ini. Ia mengatakan, dari keterangan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Presiden akan mengambil keputusan kebijakan untuk mengatasi masalah minyak goreng usai kembali dari kunjungannya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
“Seskab Pak Pramono Anung sudah menyampaikan Presiden akan mengambil keputusan terkait minyak goreng. Jadi sebaiknya kita tunggu. Yang pasti pemerintah tidak akan tinggal diam. Menurut Seskab, Presiden akan mengambil keputusan setelah kembali dari kunjungan ke IKN,” ujar Edy saat dihubungi, Senin (14/3).
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan, Presiden akan menggelar rapat bersama jajarannya usai kembali dari kunjungannya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara untuk membahas masalah minyak goreng ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera memutuskan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di masyarakat.
“Karena hal ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama, sehingga dengan demikian direncanakan setelah kembali dari acara IKN ini, Presiden akan mengadakan rapat intern untuk segera memutuskan persoalan yang berkaitan dengan minyak goreng ini,” jelas Pramono dalam keterangannya di kanal Youtube Sekretariat Presiden, dikutip pada Senin (14/3).
Menurut Pramono, kelangkaan stok minyak goreng di berbagai daerah tak bisa dibiarkan terlalu lama lagi. Karena itu, pemerintah akan segera mengambil kebijakan untuk menyelesaikannya.
Pramono mengatakan, total produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia hampir mencapai 50 juta ton. Namun sekitar 26-28 juta ton di antaranya diekspor. Karena itu, lanjut dia, pemerintah akan meminta para produsen minyak sawit mentah untuk memprioritaskan kebutuhan di dalam negeri.
"Dilihat dari total produksi (CPO) kita yang hampir 50 juta kan hampir 26-28 juta itu diekspor, sehingga dengan demikian bagian untuk ekspor itu harus diprioritaskan untuk kepentingan dalam negeri. Maka harus diminta kepada produsen untuk lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat kita pada saat ini, walaupun harga di luar tinggi sekali," jelas Pramono.
Menurutnya pemerintah juga memahami kondisi ini menjadi persoalan dilematis bagi produsen CPO.