Senin 14 Mar 2022 21:36 WIB

Ilmuwan Minta Bayi Hasil Rekayasa Gen di China Dilindungi

Ilmuwan lain mengkritik soal rekayasa gen bayi.

Rekayasa Genetika (Ilustrasi)
Rekayasa Genetika (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua ahli bioetika terkemuka meminta pemerintah China untuk melindungi bayi-bayi hasil rekayasa genetika pertama di dunia. Usulan tersebut datang dari Qiu Renzong, ilmuwan dari Akadami Ilmu Sosial China di Beijing serta Lei Ruipeng dari Universitas Sains dan Teknologi Huazhong di Wuhan, menurut laporan South China Morning Post, dikutip Ahad (13/3/2022).

Bayi hasil penyuntingan gen yang pertama dari jenisnya di China, telah diserahkan bulan lalu ke Komisi Kesehatan Nasional, Kementerian Sains dan Teknologi, dan Kementerian Pendidikan China. Para ilmuwan menyarankan agar "organisasi penelitian dan perawatan" khusus dibentuk dan dana dialokasikan untuk merawat ketiga anak itu.

Baca Juga

Namun, beberapa ilmuwan dan ahli etika telah mengkritik proposal pusat penelitian, dengan mengatakan itu mungkin bukan demi kepentingan terbaik anak-anak. Kasus bayi hasil penyuntingan gen ini kembali mencuat ketika He Jiankui (ilmuwan di balik bayi-bayi hasil penyuntingan gen ini) akan dibebaskan dari penjara pada tahun ini.

He Jiankui telah mengejutkan dunia ketika dia mengumumkan pada November 2018 di sebuah konferensi di Hong Kong bahwa dia telah menciptakan gadis kembar yang dimodifikasi secara genetik, "Lulu" dan "Nana". Bayi ketiga dari gen yang diedit, "Amy", lahir kemudian.

Dia mengatakan telah menggunakan prosedur penyuntingan gen yang dikenal sebagai CRISPR-Cas9 untuk menulis ulang DNA dalam embrio mereka untuk membuat mereka kebal terhadap infeksi HIV, yang dimiliki ayah mereka. Para ahli mengatakan ada cara lain yang aman dan efektif untuk melindungi orang dari virus.

Sementara perkembangan bayi-bayi hasil rekayasa gen itu sampai sekarang belum diketahui. He Jiankui dipecat dari Southern University of Science and Technology di Shenzhen, tempat dia menjadi profesor, pada Januari 2019. Setelah penyelidikan, universitas mengatakan dia telah "secara ilegal melakukan penelitian untuk mengejar ketenaran dan keuntungan pribadi".

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement