Pedagang Asongan Berharap Diizinkan Berjualan di Malioboro
Red: Yusuf Assidiq
Wisatawan berada di kawasan Malioboro, Yogyakarta. | Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah/foc.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan pedagang asongan yang tergabung dalam Komunitas Pedagang Asongan Malioboro Yogyakarta berharap diizinkan untuk berjualan di sepanjang kawasan utama wisata tersebut setelah relokasi pedagang kaki lima ke Teras Malioboro 1 dan 2.
“Sejak dilakukan relokasi PKL ke lokasi baru, kami pun tidak lagi diizinkan berjualan di Malioboro. Kami menuntut keadilan sosial,” kata Ketua Komunitas Pedagang Asongan Malioboro (KPAM) Yogyakarta Raden Ridwan Suryobintoro di sela audiensi dengan Pansus Relokasi PKL Malioboro DPRD Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Senin (14/3/2022).
Menurut dia, tidak ada peraturan daerah atau peraturan wali kota yang menyebutkan larangan bagi pedagang asongan untuk berjualan di sepanjang Malioboro. “Setahu kami, larangan bagi asongan hanya berlaku di kawasan Benteng Vredeburg saja. Sedangkan di Malioboro tidak ada aturan tersebut,” katanya.
Keadilan sosial yang dituntut oleh pedagang asongan terkait dengan pengelola penyewaan otoped listrik yang juga beroperasi di pedestrian Jalan Malioboro.
“Penyewaan otoped listrik juga tidak memiliki legalitas. Mengapa mereka diperbolehkan melakukan kegiatan ekonomi di pedestrian Malioboro tetapi kami tidak. Karenanya, kami merasa ada ketidakadilan sosial,” ujarnya.
Ridwan mengatakan, sebelum dilakukan relokasi PKL ke lokasi baru, pedagang asongan bisa berjualan di sepanjang pedestrian Jalan Malioboro. Komunitas tersebut beranggotakan 181 asongan dari 12 unit usaha.
“Sekarang, kami berjualan di sirip-sirip Jalan Malioboro karena lokasi tersebut berada di luar kewenangan UPT Kawasan Cagar Budaya,” kata dia.
Ia pun berharap pemerintah daerah dapat memperhatikan nasib pedagang asongan karena sebelum dilakukan relokasi PKL juga sudah dilakukan pendataan ke pedagang asongan dengan mengumpulkan fotokopi KTP.
“Tetapi sampai saat ini tidak ada komunikasi atau informasi apapun dari pemerintah daerah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Pansus Relokasi PKL Malioboro, Antonius Fokki Ardiyanto mengatakan, harus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi pedagang asongan.
“Jika dilihat dari esensi penataan yang baru saja dilakukan, maka penataan memang dilakukan kepada PKL Malioboro. Sama sekali tidak menyebut pedagang asongan secara spesifik,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti yang dihubungi langsung saat audiensi mengatakan, tidak memberikan akomodasi khusus kepada pedagang asongan saat relokasi PKL Malioboro.
“Pedagang asongan adalah pedagang yang berpindah-pindah tempat. Karenanya, kami pun tidak mengakomodasi mereka saat relokasi PKL,” katanya.
Ia pun menegaskan keberadaan pedagang asongan dilarang berjualan di Malioboro. Ketentuan tersebut sudah diberlakukan sebelum dilakukan relokasi PKL.
“Karena mungkin saat ini keberadaan pedagang asongan menjadi lebih terlihat, maka petugas pun bisa memberikan teguran dan larangan dengan lebih mudah,” tegas dia.