REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan selama 10 tahun terakhir kerugian yang dialami masyarakat dari penawaran aset kripto dan robot trading Rp 117,5 triliun. Adapun kerugian yang dialami masyarakat tersebut berasal dari berbagai penawaran investasi yang dilakukan secara online.
Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, pada 2021 OJK mencatat ada kerugian Rp 2,5 triliun yang dialami masyarakat akibat robot trading ilegal. Adapun kerugian tersebut berasal dari lima kasus yang ditangani Bareskrim Polri, sedangkan dari kripto ilegal, kerugian masyarakat sebesar Rp 4 triliun.
"Kerugian yang telah dialami masyarakat selama kurun waktu 10 tahun diperkirakan sebesar Rp 117,5 triliun," ujarnya, Selasa (15/3/2022).
Menurutnya kerugian yang dialami sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang cepat namun tidak diiringi literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Adapun kondisi ini pun dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan bisnis dengan merugikan masyarakat dan bertentangan dengan ketentuan.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi OJK dan pemerintah daerah," kata dia.
Maka itu, Wimboh meminta kantor perwakilan OJK di daerah melakukan program edukasi dan literasi keuangan secara masif dan menjangkau seluruh masyarakat. Hal ini agar masyarakat memiliki pengetahuan dalam memilih target investasi dan risiko dari tiap-tiap produk keuangan yang ditawarkan.
"Saya meminta KOJK Malang untuk melakukan program edukasi dan literasi keuangan secara masif dan menjangkau seluruh masyarakat di wilayah Malang Raya," katanya.
Selain itu, Wimboh meminta masyarakat menjadi semakin mengerti dalam membedakan entitas legal dan ilegal. Sejak 2017 sampai Februari 2021, sudah ada 4.996 entitas ilegal yang ditutup oleh Satgas Waspada Investasi terdiri dari 1.072 investasi ilegal, 3.734 P2P lending,dan 160 gadai ilegal.
Maka itu, Wimboh meminta masyarakat terus berhati-hati dengan entitas ilegal yang memberikan janji untung berlipat ganda. Tak terkecuali tawaran tersebut datang dari artis atau tokoh publik ternama.
"Jangan cepat percaya dengan informasi yang diberikan oleh artis ataupun pemuka agama yang menawarkan investasi ilegal," katanya.