Selasa 15 Mar 2022 08:24 WIB

Benarkah Munarman Ingin Dirikan Khilafah di Indonesia? Ini Penjelasan Pengacara

Pengacara tegaskan langkah Munarman dilakukan sesuai hukum yang berlaku.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Sekretaris Umum FPI, Munarman
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sekretaris Umum FPI, Munarman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim pengacara Munarman, Erman Umar, menyatakan kliennya memang bertekad mewujudkan khilafah di Indonesia. Namun, Munarman selama ini menempuh cara konstitusional.

Hal itu disampaikan Erman seusai menghadiri sidang beragendakan tuntutan terhadap Munarman pada Senin (14/3) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Munarman hukuman penjara delapan tahun karena dianggap terbukti melakukan permufakatan jahat.

Baca Juga

"Munarman hanya menyampaikan dia punya (kewajiban) sebagai seorang Islam pengen agar khilafah Islam di Indonesia berlaku, tapi secara konstitusional," kata Erman kepada wartawan.

Erman membantah Munarman berusaha menerapkan khilafah di Indonesia dengan segala secara. Ia menjamin aksi Munarman dilakukan sesuai hukum yang berlaku.

Tercatat, Munarman pernah mengajukan judicial review terhadap Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Peredaran Minuman Beralkohol, Perppu tentang Ormas, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 terkait pendanaan Covid-19.

"Tidak pernah memaksakan diri untuk supaya itu (khilafah) berlaku. Perjuangan dia konstitusional," ujar Erman.

Selain itu, Erman menyampaikan Munarman memang menghadiri kegiatan yang dimaksud JPU seperti di Makasar, Ciputat. Namun, menurut dia, Munarman hanya menyalurkan kebebasan berekspresi bukan mengajak orang menegakkan khilafah dengan segala cara. "Ceramah itu ilmiah. Tidak ada tindakan lain yang berhubungan dengan pelaku teroris," ujar Erman.

Karena itu, Erman menyinggung JPU sebenarnya menyasarkan tuntutan terhadap pemikiran Munarman.

"Bahwa ini yang dituntut adalah pemikiran dari Munarman karena tidak ada fakta dan bukti munarman memberikan kegiatan-kegiatan yang mendorong , menghasut, atau membayar pihak yang melakukan terorisme," kata Erman.

JPU menuntut Munarman bersalah melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement