Selasa 15 Mar 2022 09:03 WIB

Koalisi Sipil Ingatkan Potensi Konflik Agraria Saat Pembangunan IKN

Perbedaan klaim pemerintah dengan keberadaan lahan bisa memicu konflik agraria.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) memberikan arahan kepada Gubernur se-Indonesia pada seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022). Presiden Joko Widodo menggelar seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol IKN Nusantara dengan mengumpulkan 34 tanah dan air yang dibawa gubernur se-Indonesia.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) memberikan arahan kepada Gubernur se-Indonesia pada seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022). Presiden Joko Widodo menggelar seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol IKN Nusantara dengan mengumpulkan 34 tanah dan air yang dibawa gubernur se-Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi masyarakat sipil bernama Komite Nasional Pembaruan Agraria mengingatkan, konflik agraria sangat mungkin terjadi dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Menurut mereka, lahan IKN tumpang tindih dengan lahan masyarakat.

Komite Nasional Pembaruan Agraria ini terdiri atas belasan organisasi seperti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Ketua Departemen Advokasi Kebijakan KPA, Roni Septian Maulana mengatakan, lokasi IKN bukanlah tanah kosong karena di sana ada tanah masyarakat adat, lahan petani, dan tanah masyarakat lokal lainnya. Artinya, lahan IKN tak sepenuhnya milik negara.

Baca Juga

Hal ini sejalan dengan temuan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP). JKPP menyatakan, lahan IKN di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara ditetapkan dengan mengacu pada Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik (PITTI) hasil Kebijakan Satu Peta (KSP).

Tapi, pihak KSP hanya memadukan peta informasi geospasial tematik (IGT) kementerian/lembaga dan pemerintah dalam proses pembuatan PITTI. Peta IGT lahan masyarakat dan peta IGT masyarakat adat. Artinya, keberadaan lahan masyarakat dinafikan dalam PITTI.

"Hal tersebut menggugurkan klaim pemerintah bahwa lokasi IKN adalah tanah negara dan tidak ada penguasaan masyarakat di atasnya," kata Roni dalam konferensi pers daring, Senin (14/3/2022).

Roni mengatakan, perbedaan antara klaim pemerintah dan keberadaan lahan masyarakat ini lah yang akan jadi pemicu konflik agraria saat pembangunan infrastruktur IKN dilakukan. Konflik agraria itu bisa disertai kekerasan fisik oleh aparat keamanan. Berkaca pada pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di tempat lain, pemerintah selama ini memang kerap mengerahkan aparat untuk mengawal pembangunannya.

"Bayangkan, ini ada 256.142 hektare kawasan di Kaltim yang akan menjadi IKN baru. Bisa terbayang bagaimana konflik ini tentu akan sangat luas, intervensi aparat bersenjata tentu akan ditemukan di wilayah-wilayah tersebut," kata Roni.

"Mereka (aparat bersenjata) akan beralasan mengamankan proses pembangunannya Pak Jokowi. (Alhasil) konflik agraria, mau tidak mau, akan dihadapi oleh rakyat di Kaltim," imbuh Roni.

Sebelumnya, Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, lahan di lokasi IKN merupakan tanah negara. Pemerintah pusat diketahui akan mulai membangun infrastruktur IKN pada pertengahan tahun ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement