Selasa 15 Mar 2022 14:40 WIB

Cak Imin Klaim Usulan Penundaan Pemilu Dalam Koridor Konstitusi

PKB mengaku akan menjalin komunikasi dengan ketua umum partai soal usulan ini.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar menjawab pertanyaan wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta,  Rabu (23/2).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar menjawab pertanyaan wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) memastikan sikap PKB terkait penundaan pemilu belum berubah. Hal tersebut ditegaskannya kembali pada Selasa (15/3/2022).

"Ya masih lah (dukung penundaan pemilu)," kata Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022). Ia mengaku belum mengubah sikap soal usulan penundaan pemilu.

Baca Juga

"Belum-belum (mengubah sikap)," imbuhnya.

Sebelumnya Presiden Jokowi telah menyatakan sikapnya bahwa dirinya taat pada konstitusi. Meski demikian itu tak mengubah sikap PKB. "Ya, kita juga taat konstitusi, jadi usulan itu kan dalam koridor konstitusi," ucapnya.

PKB mengaku akan berkomunikasi dengan para ketua umum partai. Cak Imin mengakui komunikasi dilakukan untuk lobi-lobi. Namun dirinya enggan mengungkapkan agenda terdekat terkait rencana itu.

"Rahasia, rahasia," tutur wakil ketua DPR tersebut. (Febrianto Adi Saputro)

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mengeklaim adanya aspirasi masyarakat yang ingin penundaan Pemilu 2024. Aspirasi tersebut kemudian disampaikan tiga ketua umum partai, termasuk Abdul Muhaimin Iskandar.

"Ini sudah muncul dari berbagai ketua umum partai politik dan itu cerminan dari rakyat. Kalau di MPR, anggota MPR itu adalah cerminan dari rakyat, kami DPD dan DPR RI dipilih oleh rakyat," ujar Jazilul dalam sebuah diskusi daring, Ahad (13/3/2022).

Menurutnya, jika kehendak rakyat untuk menunda Pemilu 2024 semakin meluas, MPR dapat melakukan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam Pasal 37 UUD 1945 diatur bahwa untuk melakukan amendemen dibutuhkan usulan dari 1/3 anggota MPR.

Adapun saat ini, anggota MPR periode 2019-2024 berjumlah 711 orang. Sehingga, amandemen konstitusi dapat dilakukan jika minimal 237 anggota MPR mengusulkan hal tersebut secara tertulis.

"Kalau nanti dilakukan proses itu maka itu juga harus sesuai kehendak rakyat dan dilakukan mekanismenya dilakukan MPR. PPHN sudah 10 tahun dibahas, penundaan baru dua bulan kok, siapa tahu masyarakat akan melihat itu penting," ujar Jazilul yang juga Wakil Ketua MPR itu.

Namun, ia menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada usulan tertulis dari anggotanya yang masuk ke MPR. Kendati demikian, ia menilai amendemen konstitusi untuk mengatur penundaan pemilu merupakan hal yang penting.

Ia berkaca pada pandemi Covid-19 selama dua tahun yang berdampak kepada berbagai bidang yang merugikan masyarakat dan negara. Bukan tidak mungkin kejadian luar biasa seperti wabah dan perang akan kembali terjadi di masa depan, yang membuat pemilu harus ditunda.

"Pemilihan umum dilakukan setiap lima tahun sekali. Masalahnya, jika ada kegentingan nasional, perang, wabah yang tidak sanggup dilaksanakan itu, apakah kita tetap berpatokan pada Pasal 22e, itu harus disempurnakan," ujar Jazilul.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement