Selasa 15 Mar 2022 15:13 WIB

Epidemolog Sarankan Pemerintah Kaji Ulang Penghapusan Syarat PCR

Epidemiolog sarankan pemerintah menunda penghapusan syarat PCR dan antigen

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Christiyaningsih
Calon penumpang pesawat membawa barang bawaan di Terminal Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Rabu (9/3/2022). Pengelola Bandara Bali memprediksi jumlah rata-rata penumpang harian di bandara tersebut akan meningkat sekitar 20 persen setelah hasil tes RT-PCR atau rapid test antigen COVID-19 tidak lagi diwajibkan sebagai persyaratan bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang telah menerima vaksin COVID-19 dosis kedua atau dosis ketiga (booster).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf/wsj.
Calon penumpang pesawat membawa barang bawaan di Terminal Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Rabu (9/3/2022). Pengelola Bandara Bali memprediksi jumlah rata-rata penumpang harian di bandara tersebut akan meningkat sekitar 20 persen setelah hasil tes RT-PCR atau rapid test antigen COVID-19 tidak lagi diwajibkan sebagai persyaratan bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang telah menerima vaksin COVID-19 dosis kedua atau dosis ketiga (booster).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Atoillah Isfandiari menyarankan pemerintah mengkaji ulang penghapusan syarat tes antigen dan PCR bagi pelaku perjalanan domestik, baik itu melalui jalur darat, laut, maupun udara. Menurutnya, syarat tersebut kurang tepat sasaran karena masyarakat yang baru disuntik vaksin dosis dua pun tidak diwajibkan menyertakan hasil tes antigen atau PCR.

Menurutnya, pelonggaran pemeriksaan tes antigen dan PCR lebih baik ditujukan bagi pelaku perjalanan domestik yang telah menjalani vaksinasi dosis ketiga atau booster. Ia berpendapat hal tersebut akan lebih meningkatkan keamanan saat perjalanan. Selain itu, syarat tersebut juga dapat mendorong masyarakat untuk melakukan vaksinasi booster.

Baca Juga

“Kenyataannya, sebagian masyarakat ikut vaksin bukan karena kesadaraan mendapatkan kekebalan tapi agar dapat mengakses yang tidak bisa diakses tanpa vaksin,” ujarnya, Selasa (15/3/2022).

Pria yang akrab disapa Ato itu menyebut penerapan kebijakan itu akan mempersulit terdeteksinya kasus positif. Pencabutan syarat tes antigen dan PCR akan menghilangkan salah satu kontributor terbesar dalam tracing Covid-19. “Saat mobilitas meningkat, risiko ISPA akan meningkat. Di sisi lain, kita tidak tahu ISPA yang meningkat disebabkan oleh Covid-19 atau bukan,” kata dia.

Ato juga menuturkan gelombang ketiga memang telah melewati puncak dan konsisten mengalami penurunan. Namun, kasus harian masih cenderung tinggi. Ato menambahkan penerapan kebijakan yang terburu-buru akan meningkatkan kasus harian dan risiko penularan.

Menurutnya, penerapan kebijakan penghapusan syarat tes antigen dan PCR untuk perjalanan domestik lebih baik ditunda minimalnya dua pekan. Penundaan tersebut juga akan membuat kondisi lebih stabil saat memasuki Ramadhan dan musim mudik. “Kalau kita mau bersabar dua minggu lagi. Kita ada di posisi yang sama dengan akhir Januari, posisi dasar gelombang. Saat ini kita masih berada pada lereng gelombang,” ujarnya.

Ato pun mengimbau masyarakat untuk tidak lengah menerapkan protokol kesehatan (prokes). Ia menegaskan vaksinasi hanya salah satu cara untuk menghindari gejala berat. “Tetap pakai masker yang proper sama seperti sekarang dan menjaga jarak. Kita tidak tahu yang bareng kita itu membawa virus atau tidak,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement