REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR, Puan Maharani, menyambangi Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Jakarta, Selasa (15/3/2022). Saat disinggung terkait wacana penundaan pemilu Puan mengatakan posisi DPR sesuai dengan mekanisme yang sudah dilakukan.
"Pemerintah, DPR, dan KPU sudah menyepakati bahwa Pemilu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024," kata Puan di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Terkait agenda kunjungannya tersebut, Puan mengatakan pertemuan tersebut merupakan bagian dari silaturahim.
Menurutnya untuk membangun bangsa dan negara tidak bisa dilakukan sendirian. "Kami datang ke sini sekalian silaturahim tentu saja ingin menyampaikan bahwa membangun bangsa dan negara itu tidak bisa sendirian," ujarnya.
Puan mengatakan membangun bangsa dan negara harus dilakukan secara bergotong royong. Menurutnya NU dan PDI Perjuangan memiliki konstituen atau pemilih yang sama yaitu wong cilik.
"Kami berharap bahwa ke depan apa yang menjadi tugas-tugas PDI Perjuangan juga NU bisa sama-sama kami sinergikan bisa sama-sama kami lakukan secara konkret sampai ke bawah," ujarnya.
Ia mengingatkan tantangan ke depan bukanlah hal mudah. Untuk menyelesaikan persoalan pandemi, menurutnya membutuhkan komitmen bersama seluruh elemen bangsa.
"Tentu saja komitmen ini harus bersama-sama kita lakukan bersama-sama untuk membuat Indonesia lebih sejahtera, maju konkret dalam kemaslahatan penting yang kami lakukan," tuturnya.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), membantah ada pembahasan secara spesifik ihwal penundaan pemilu dalam pertemuan yang digelar tertutup. Pertemuan tersebut, diakuinya lebih kepada mendiskusikan berbagai persoalan yang menjadi perhatian NU dan DPR.
"Sebetulnya nggak ada pembahasan spesifik tentang itu, cuma ya sambil lalu dikatakan itu sudah keputusan seperti disampaikan Ketua DPR," ujarnya.
Ia mengatakan peran PBNU hanya mendengar dan menjembatani dialog jika diperlukan. Ia pun tak mempersoalkan jika ada lembaga yang berwenang menghendaki penundaan pemilu.
"Kita persilakan saja kepada yang berwenang untuk membahasnya. Silakan, PBNU akan menerima apapun putusan yang dibuat oleh para pemegang wewenang, dalam hal ini pemerintah, DPR, dan pihak lain," jelasnya.
Dirinya juga tak melihat penundaan pemilu sebagai pelanggaran konstitusi. "Kalau tiba-tiba sekarang dilakukan, itu mungkin bisa dikatakan melanggar konstitusi. Tapi yang namanya konstitusi itu bisa dioperasionalisasikan sejauh memang ada mekanisme yang membolehkan," kata Gus Yahya.