Rabu 16 Mar 2022 02:24 WIB

Rektor Al-Azhar Ungkap Kekeliruan Ekstremis Soal Hadis ini

Rektor Al-Azhar mengungkap kekeliruan ekstrimis soal hadist ini.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Hadist (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Hadist (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  KAIRO -- Rektor Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, Syekh Muhammad al-Mahrasawi, mengingatkan bahwa seorang mufti harus menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab. Hal ini dia sampaikan lantaran ada anggapan bila menguasai ilmu-ilmu fiqih maka akan menjadi mufti.

Syekh al-Mahrasawi pun mencontohkan akibat jika tidak menguasai bahasa Arab. Penjelasan ini disampaikan dalam forum fiqih pertama Pusat Al-Azhar Internasional untuk Fatwa Elektronik yang mengangkat tema "Fatwa Elektronik dan Perannya dalam Pembangunan Berkelanjutan". Acara ini menghadirkan sejumlah ulama senior dan ahli hukum Al-Azhar Al-Sharif.

Baca Juga

Dia kemudian menerangkan soal perbedaan makna antara 'qootala' dan 'qotala'. Ia menjelaskan, dua kata ini memiliki perbedaan makna yang besar. Karena itu, jika tidak dipahami dengan baik, tentu akan muncul penafsiran yang keliru pada suatu dalil. Misalnya pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA.

Ibnu Umar RA berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda, 'Aku diperintahkan untuk memerangi (an uqootila) manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat. Bila mereka telah melakukan itu semua, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka di sisi Allah SWT." (HR Bukhari dan Muslim)

Syekh al-Mahrasawi memaparkan, hadits tersebut menggunakan kata 'qootala' yang berarti 'perang'. Namun, dia menekankan, 'perang' di sini bermakna respons atau tanggapan terhadap orang-orang yang terlebih dulu memulai peperangan, sehingga 'qootala' diartikan sebagai bentuk pembelaan diri.

"Banyak universitas ekstremis yang keliru dalam menafsirkan hadits tersebut. Karena hadits itu sebenarnya membicarakan perang yang maknanya adalah membela diri. Tentu makna ini bertentangan dengan makna 'qotala' yaitu memulai peperangan (atau pembunuhan) terhadap orang lain," tutur dia.

Sumber: https://www.elbalad.news/5201877

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement