REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan, ASN/PNS yang terlibat terorisme akan dijatuhi sanksi pemberhentian secara tidak hormat. Hal ini disampaikan Tjahjo merespons penangkapan seorang ASN Kabupaten Tangerang oleh Densus 88 Antiteror Polri.
Tjahjo menjelaskan, ASN tidak boleh berkaitan dengan organisasi terorisme atau organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah. Hal ini sejalan dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin PNS yang menyebutkan bahwa setiap PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah.
Bagi ASN yang terlibat dalam organisasi terlarang, Tjahjo memastikan akan memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. "Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 11/2020 tentang Manajemen PNS, pasal 250 huruf a menyebutkan PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945," ujar Tjahjo dalam siaran persnya, Rabu (16/3).
Tjahjo menjelaskan, ideologi radikalisme dan terorisme adalah satu tantangan bangsa Indonesia. Dia pun berharap PNS bisa menentukan sikap dan menghindari dogma-dogma yang bisa merusak Bhinneka Tunggal Ika. "Menentukan siapa kawan dan siapa lawan pada kelompok, perorangan, atau golongan yang anti-Pancasila, anti-Bhinneka Tunggal Ika, anti-NKRI, anti-kemajemukan bangsa dan UUD 1945," ungkapnya.
Sebelumnya, Tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap satu orang tersangka tindak pidana terorisme berinisial TO yang diduga terlibat kelompok Jamaah Islamiyah. TO ditangkap di Perumahan Samawa Village, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada Selasa (15/3) pagi.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang membenarkan bahwa TO adalah PNS yang bertugas di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertan) dan telah bekerja selama 10 tahun. TO menduduki posisi staf bagian Analisa Alat Mesin Pertanian.