REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Mahkamah Agung Israel menggelar sidang pada Selasa (16/3/2020) terkait petisi terhadap penggusuran yang dilakukan tentara Israel kepada 1.000 penduduk Palestina di bagian pedesaan Tepi Barat yang diduduki dan ditunjuk sebagai tempat latihan militer Israel.
Petisi tersebut diajukan pertama kali pada tahun 2000 tetapi pengadilan saat itu memerintahkan pemerintah Israel untuk mengizinkan penduduk kembali ke tempat tinggalnya di Tepi Barat sambil menunggu keputusan akhir.
Setelah itu sidang ditunda berulang kali dan upaya mediasi pun gagal. Pemerintah dan militer Israel juga sempat mengajukan tanggapan terhadap petisi Palestina pada 2012.
Di sisi lain, karena kasus ini merana tanpa hasil yang pasti selama dua dekade terakhir, penduduk Palestina menyampaikan mereka ditolak izin bangunannya dan tentara Israel menghancurkan bangunan baru termasuk rumah, sumur air dan panel surya. Sementara militer Israel mengeklaim hanya melakukan latihan sporadis.
Setelah dua dekade upaya hukum terkatung-katung, Mahkamah Agung Israel diperkirakan akan segera mengeluarkan keputusan tentang langkah tentara Israel menghancurkan delapan komunitas kecil di daerah berbatu dan gersang di Tepi Barat selatan dekat Hebron.
Para pemohon mengatakan, tindakan militer Israel akan membuat lebih dari 1.000 orang Palestina kehilangan tempat tinggal. Juga membahayakan cara hidup nomaden mereka selama beberapa generasi yang mencari nafkah dengan bertani dan menggembala.
"Mereka telah menyeret kami dari satu sidang ke sidang lainnya selama 22 tahun. Insya Allah, hakim akan membiarkan kami tinggal di tanah kami karena kami tidak punya pilihan lain," kata Othman al-Jabareen, salah satu pemohon Palestina di Mahkamah, seperti dilansir Reuters, Rabu (16/3/2022).
Sementara itu, penuntut dari pihak Israel menyampaikan pentingnya wilayah tersebut sebagai lokasi pelatihan militer.
"Militer Israel telah secara meyakinkan menyatakan pentingnya zona tembak ini untuk pelatihan militer. Kami telah memeriksa masalah itu berulang kali," kata penuntut pada sidang sebelumnya.
Wilayah yang dimaksud dikenal oleh orang Palestina dengan sebutan Masafer Yatta yang membentang seluas 3.000 hektare.
Sedangkan orang Israel menyebutnya sebagai Perbukitan Hebron Selatan, yang terletak di dekat perbatasan Tepi Barat-Israel.
Pada 1999, militer Israel menggusur ratusan penduduk Palestina dari rumah mereka setelah menyatakan daerah itu sebagai zona tembak.
Warga Palestina di daerah itu juga mengatakan bahwa mereka telah berjuang untuk terhubung ke jaringan air dan listrik yang dapat diakses oleh pemukiman Yahudi di dekatnya yang dibangun di atas tanah yang diduduki.
"Kasus ini bukan tentang zona tembak, ini tentang mengambil alih tanah karena tidak seperti daerah lain, sebagian besar tanah ini milik pribadi. Pada dasarnya ini adalah pengambilalihan tanah tanpa kompensasi," kata Shlomo Lecker, yang bersama Asosiasi Hak Sipil di Israel mewakili 200 dari keluarga Palestina di bawah ancaman pemindahan.
Di luar pengadilan Yerusalem, lusinan pengunjuk rasa Israel yang menentang pendudukan Israel di Tepi Barat sejak perang 1967 mengangkat spanduk bertuliskan: "Keluarga bukan zona tembak" dan "Masafer Yatta bukan taman bermain militer".