REPUBLIKA.CO.ID, AHMEDABAD -- Kelompok garis keras Hindu menuntut pembatasan mengenakan jilbab di ruang kelas di lebih banyak negara bagian India. Desakan ini muncul setelah pengadilan menguatkan larangan jilbab di Negara Bagian Karnataka.
"Kami negara Hindu dan kami tidak ingin melihat pakaian keagamaan apa pun di lembaga pendidikan negara ini," kata presiden kelompok Akhil Bharat Hindu MahaSabha Rishi Trivedi.
"Kami menyambut baik putusan pengadilan dan ingin aturan yang sama diikuti di seluruh negeri," katanya.
Keputusan Pengadilan Tinggi Karnataka pada Selasa (15/3/2022), mendukung aturan larangan jilbab oleh pemerintah di negara bagian selatan pada Februari. Keputusan tersebut juga disambut menteri federal utama dari Partai Bharatiya Janata (BJP) nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi, yang mengatakan siswa harus menghindari mengenakan pakaian keagamaan di kelas.
Seorang mahasiswi Muslim bernama Ayesha Hajeera Almas telah mengajukan banding atas putusan tersebut di pengadilan tertinggi negara itu. Pengadilan dapat menangani masalah ini akhir bulan ini.
India tidak memiliki pedoman nasional tentang seragam di negaranya. Negara bagian sering menyerahkan aturan tersebut kepada sekolah untuk memutuskan apa yang harus dikenakan siswa.
Larangan di Karnataka yang dikuasai BJP telah memicu protes beberapa siswa dan orang tua Muslim, dan protes balik oleh siswa Hindu. Para pengkritik larangan mengatakan itu adalah cara lain untuk meminggirkan komunitas Muslim yang menyumbang sekitar 13 persen dari 1,35 miliar penduduk India yang mayoritas Hindu.
Pemimpin Vishva Hindu Parishad (VHP), afiliasi dari RSS, organisasi induk BJP, mengatakan mereka telah meminta larangan jilbab di negara bagian asal Modi di Gujarat. Mereka akan segera menulis surat ke negara bagian terpadat di negara itu, Uttar Pradesh. BJP berkuasa di kedua negara bagian
“Jilbab tidak diperbolehkan di Tentara, Polisi, dan kantor-kantor pemerintah, lalu mengapa desakan jilbab di sekolah dan perguruan tinggi? Ini adalah upaya untuk meningkatkan ketegangan komunal," kata sekretaris Gujarat VHP, Ashok Raval.
Almas mengatakan ada ketakutan nyata bahwa larangan hijab sekarang akan berlaku secara nasional. Gadis berusia 18 tahun itu mengatakan tidak bersekolah sejak akhir Desember setelah pihak berwenang melarang gadis-gadis Muslim mengenakan jilbab, bahkan sebelum larangan di seluruh negara bagian datang pada awal Februari.
"Semakin, kami merasa hidup di India di mana warganya tidak diperlakukan sama," kata Almas dari distrik Karnataka di Udupi, tempat protes dimulai.
"Saya berjuang untuk diri saya sendiri, berjuang untuk saudara perempuan saya, berjuang untuk agama saya. Saya takut akan ada perubahan seperti ini di seluruh negeri. Tapi saya harap itu tidak terjadi," katanya.