Kamis 17 Mar 2022 07:11 WIB

Boris Johnson Minta UEA dan Arab Saudi Dorong Produksi Minyak 

Johnson akan mencari lebih banyak investasi untuk energi terbarukan Inggris.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kunjungi Arab Saudi, Rabu (16/3/2022).
Foto: Stefan Rousseau/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kunjungi Arab Saudi, Rabu (16/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tiba di Uni Emirat Arab (UEA) dalam kunjungannya ke UEA dan Arab Saudi. Kunjungan tersebut bertujuan meredakan lonjakan harga bahan bakar saat negara-negara Barat menerapkan sanksi keras terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

Johnson akan mencari lebih banyak investasi untuk energi terbarukan Inggris. Ia juga akan mencari cara mengamankan minyak demi mengurangi ketergantungan Inggris pada sektor energi Rusia.

Baca Juga

Perdana menteri Inggris itu menekan UEA dan Arab Saudi yang merupakan anggota negara produsen minyak (OPEC) untuk menambah produksinya. Hal ini akan berdampak langsung pada harga Brent Crude yang kini menyentuh 140 dolar AS per barel dalam perdagangan pekan lalu.

Beberapa hari terakhir sedikit turun di sekitar 100 dolar AS per barel. Sebagian besar karena China kembali menerapkan karantina total atau lockdown Covid-19.

Sebelum bertemu Putra Mahkota UEA Pangeran Mohammed bin Zayed di Abu Dhabi pada wartawan Johnson mengatakan, keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin menginvasi Ukraina "menyebabkan ketidakpastian dan lonjakan harga minyak."

"Semua orang dapat melihat dampaknya pada kenaikan harga bensin yang segera datang," tambahnya, Rabu (16/3/2022) waktu setempat. Johnson mengatakan karena ketergantungan Eropa pada minyak dan gas. Putin dapat "memeras Barat dengan menahan perekonomian Barat sebagai tebusan."

"Kami memerlukan kemerdekaan," katanya.

Menekan UEA dan Arab Saudi untuk memproduksi lebih banyak minyak akan menguntungkan kedua negara itu. Naiknya harga energi menambah pemasukan dan kemampuan pengeluaran dua negara Arab Teluk itu.

Namun hubungan Barat dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman belum benar-benar pulih sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di kantor konsulat Arab Saudi di Turki. Pangeran itu juga belum menghubungi langsung Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang ingin menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran.

Negara-negara Arab Teluk dan Israel frustasi dengan ambisi pemerintah Biden mengaktifkan kembali kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action. Atas permintaan Rusia perundingan kembali ditangguhkan.

Tidak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina, Biden memerintahkan AS melarang impor Rusia dan memperingatkan warga AS juga akan merasa kesulitan. Ia mendeklarasikan "membela kebebasan akan membutuhkan pengorbanan."  

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement