REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil riset yang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Center Detention Studies menunjukkan kelebihan kapasitas hunian lembaga pemasyarakatan (lapas) pada 2025, bisa mencapai 136 persen. Angka itu setara dengan 311.534 narapidana.
"Itu kalau tidak dilakukan langkah-langkah progresif penanganan overcrowded melalui pengurangan jumlah narapidana yang masuk," kata Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjenpas Kemenkumham, Liberti Sitinjak melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Dia menjelaskan, dengan jumlah narapidana tersebut, artinya pemerintah membutuhkan ruang hunian baru untuk 179.427 orang narapidana, atau setara dengan 179 lapas baru. "Biaya pembangunan yang dibutuhkan mencapai Rp 35,8 triliun, belum termasuk biaya makan narapidana sebesar Rp 10,3 triliun sampai dengan tahun 2025," kata Sitinjak.
Untuk mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas hunian di lapas maupun rutan, Sitinjak menyarankan terkait penerapan keadilan restoratif merupakan solusi terbaik. "Dengan sinergitas antaraparat penegak hukum dalam penerapan keadilan restoratif, diharapkan pidana penjara benar-benar hanya menjadi pilihan terakhir," katanya.
Menurut dia, pidana penjara dan kurungan sebagai sanksi konvensional terhadap pelanggaran hukum memiliki dampak besar terhadap kondisi overcrowded kelebihan kapasitas hunian, dan tidak optimalnya pembinaan di lapas dan rutan seluruh Indonesia. Pemerintah melalui Ditjenpas Kemenkumham, kata Sitinjak, terus berupaya menginisiasi mewujudkan keadilan restoratif.
Selain itu, termasuk pula menyusun nota kesepahaman bersama tentang implementasi keadilan restoratif yang melibatkan banyak pihak. "Penyusunan nota kesepahaman merupakan bagian dari program prioritas nasional tahun 2022 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024," ujar Sitinjak.