BANDAR LAMPUNG — Salah satu kisah yang paling banyak didengar terkait dengan petani kopi adalah kisah sedih harga biji kopi yang rendah. Isu ini hampir selalu terdengar dari petani kopi di semua wilayah di tanah air.
Tapi bagi kalangan muda yang ingin berkecimpung di dunia kopi jangan berkecil hati dulu. Karena isu itu memang ada di semua daerah, tapi tidak semua petani kopi mengalaminya.
Karena jika proses tanam dan petik kopi yang benar, maka biji kopi yang baru dipanen pun bisa menjadi produk yang punya nilai jual tinggi. Apalagi jika petani kopi tidak hanya menjual dalam bentuk kopi biji, tapi sudah sampai proses green beans atau kopi yang siap untuk dipanggang (roasting).
Jika itu dilakukan maka akan banyak nilai tambah yang diperoleh petani kopi. Seperti kisah sukses yang dialami Ahmad Rasman, yang bisa menaikkan nilai uang dari tanaman kopinya.
Seperti dikutip dari Antara , Ahmad Rasman (58) mengikuti jejak orang tuanya sebagai seorang petani kopi di Gunung Betung, Bandar Lampung. Sejak kecil, ia terbiasa untuk ikut menanam, merawat, hingga memanen kopi, dan menjualnya dalam bentuk biji kopi.
Pada 1997, Rasman hanya menjual biji kopi yang dipanennya setahun sekali. Kedekatannya dengan tanaman yang termasuk dalam genus coffea keluarga Rubiaceae tersebut, membuat Rasman lihai menanam dan merawat pohon kopi agar menghasilkan biji dengan cita rasa yang berkualitas.
Sayangnya, saat itu harga biji kopi semakin menurun, di mana setiap satu kilogram kopi setara dengan 2 kilogram beras. Rasman kemudian memutar otak untuk meningkatkan nilai tambah dari biji kopi tersebut, sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi. Ayah dua orang anak tersebut kemudian memiliki ide untuk membangun industri pengolahan kopi. Ia memulai dengan membangun fasilitas pengupasan kopi.
Dengan fasilitas tersebut, petani kopi yang ada di wilayah Bandar Lampung, dapat memanfaatkan alat pengupas biji kopi milik Rasman dengan membayar upah enam kilogram kopi hijau yang belum dipanggang (green coffee) kepada Rasman setiap 1 kuintal pengupasan.
Sayangnya, biji kopi yang telah dikupas nyatanya belum mampu mendongkrak harga jual tanaman itu. Kemudian, Rasman membuka fasilitas penggorengan kopi (roasting) pada 1998. Ia melihat peluang besar terhadap fasilitas roasting tersebut, karena biji kopi semakin memiliki nilai tambah.
Sejak itu, Rasman mulai mengurus legalitas usaha dan izin edar dari Departemen Kesehatan.Pada 2022, izin edar untuk kopi bubuk Rasman dengan merek dagang "Kopi Bubuk Lampung Asli Gunung Betung" terbit dan dapat digunakan. Dengan adanya izin edar tersebut, penjualan kopi milik Rasman semakin meningkat.
Tidak hanya mendesain kemasan menjadi semakin menarik, Rasman juga membuka kedai kopi di kediamannya untuk konsumen yang ingin langsung menikmati kopi racikan Rasman.
Jika dengan menjual biji kopi Rasman hanya mendapatkan Rp22.000 per kg, maka ia akan memperoleh harga Rp60.000 per kg saat menjual kopi dalam bentuk bubuk. Dengan demikian, Rasman berhasil mengintegrasikan industri olahan kopi dari hulu ke hilir.
"Saya bersyukur dapat membiayai sekolah kedua anak saya hingga lulus sarjana dari hasil panen kopi," kata Rasman.
Pemenang Lomba
Sejak 2004, kopi buatan Rasman kemudian mengikuti lomba berupa Gugus Kendali Mutu (GKM) untuk standardisasi kopi Lampung.Pada lomba pertama yang diikutinya, Kopi Gunung Betung berhasil menyabet juara pertama. Saat itu, Rasman masih belum percaya bahwa kopi olahannya berhasil menduduki peringkat teratas di Lampung.
Kopi Gunung Betung kemudian melenggang mengikuti lomba di Nusa Tenggara Barat (NTB), dan mampu menduduki posisi ketiga secara nasional.
Di tahun kedua lomba tersebut digelar, Kopi Gunung Betung kembali menyabet juara di Lampung dan meraih posisi ketiga di tingkat nasional yang diselenggarakan di Bali. Hal yang sama terjadi ketika mengikuti perlombaan di tahun ketiga, yakni juara pertama di Lampung dan ketiga di tingkat nasional, yang diselenggarakan di Semarang.
Dari sana, kualitas kopi buatan Rasman semakin diakui. Ia kemudian menjadi pembina untuk memberi pelatihan-pelatihan kepada para petani lokal untuk mencapai standardisasi kopi Lampung.