REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Mereka membuang vodka, memboikot restoran Rusia, bahkan meninggalkan pesan suara yang mengancam di bisnis warga Rusia yang berada di Amerika Serikat (AS). Marah dengan kekerasan mematikan dan krisis kemanusiaan akibat perang Rusia di Ukraina, beberapa warga AS melampiaskannya pada bisnis dan merek atau apa pun yang terdengar merujuk pada Rusia.
Pemilik bisnis dan pakar mengatakan itu adalah sentimen anti-Rusia paling intens yang pernah terlihat. Mereka juga menyebut perilaku itu tidak rasional dan salah tempat, terutama ketika begitu banyak pemilik yang mencela invasi Presiden Rusia Vladimir Putin dan mendukung Ukraina, belum lagi fakta bahwa beberapa bahkan bukan orang Rusia.
Kepala Carnegie Mellon's Heinz College di Washington dan seorang ahli senior di Rusia Sarah E. Mendelson mengatakan, tidak dapat mengingat reaksi anti-Rusia yang intens yang diterjemahkan menjadi orang-orang yang memprotes restoran atau produk. Bahkan kondisi saat ini tidak terjadi setelah kampanye pengeboman Rusia di Suriah dan sekitarnya pada invasi Krimea pada 2014.
Mendelson mencatat bahwa rentetan gambar real-time Ukraina yang melarikan diri dari negaranya lyang dilanda perang telah menciptakan gelombang emosi. Namun boikot itu sendiri menyakiti para imigran yang melarikan diri dari Rusia dan Ukraina.
"Ini adalah respons emosional, ini sebenarnya bukan respons rasional. Orang-orang harus meluangkan waktu untuk mencari tahu apa yang terjadi," kata Mendelson.
Pemilik toko roti Rusia Piroshky Piroshky di Seattle, Olga Sagan, telah menawarkan kue-kue buatan tangan Rusia sejak 1992. Dia harus berhadapan dengan penelepon gelap baru-baru ini dari seseorang yang mengancam akan melakukan serangan teroris di tokonya.
Sagan bermigrasi dari Rusia pada 1999 dan kini merupakan warga negara AS. Dari 60 anggota stafnya, dia adalah satu-satunya dari Rusia, tiga lainnya dari Ukraina.
"Orang-orang mengolok-olok orang Rusia, kami minum vodka. Namun, tidak pernah, tidak pernah seperti ini. Itu membuat saya merasa sangat sedih. Saya memahami emosi orang dan seberapa kuat mereka menghadapi situasi ini, dan saya sangat menghargainya karena saya memiliki emosi yang kuat. Namun kebanyakan orang Rusia menentang (perang)," ujar Sagan.
Untuk memperjelas posisi mereka dan menenangkan pelanggan, banyak pemilik bisnis telah memasang tanda-tanda Ukraina di pintu atau telah beralih ke media sosial untuk menjanjikan dukungan dan mengutuk tindakan Rusia. Bahkan, beberapa restoran menghapus referensi Rusia dari menu mereka.
Bahkan orang Ukraina telah terjebak dalam pembalasan oleh warga AS. Alan Aguichev yang membuka sebuah restoran di Manhattan dua tahun lalu bersama ibunya, Svetlana “Sveta” Savchitz, yang lahir di Kharkiv, Ukraina menjadi korban.
Mereka menamai restoran dengan Sveta dan mengiklankannya sebagai restoran Eropa Timur dan Rusia. Deskripsi tersebut dimaksudkan untuk membantu orang dengan mudah memahami makanan yang dihidangkan tetapi sekarang menarik perhatian yang tidak diinginkan.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook