REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pesawat tak berawak atau drone buatan Turki telah memperkuat pertahanan Ukraina, di tengah operasi militer khusus Rusia. Jack Watling dari Royal United Services Institute yang berbasis di London, mengatakan, drone telah melakukan serangan sukses yang tak terduga pada tahap awal konflik Ukraina dengan Moskow.
Tepatnya sebelum Rusia dapat mengatur pertahanan udara mereka di medan perang. Ukraina menggunakan kendaraan udara tak berawak Bayraktar TB2 buatan Turki. Drone tersebut dapat membawa bom ringan berpemandu laser, dan biasanya unggul dalam konflik berteknologi rendah.
Turki telah menjual TB2 ke puluhan negara seperti Azerbaijan, Libya, Maroko, dan Ethiopia. Watling mengatakan, TB2 seharusnya tidak membuat dampak yang besar karena mereka adalah pesawat dengan ketinggian sedang, serta terbang lambat dengan tanda elektromagnetik besar dan penampang radar besar. Sementara Rusia memiliki sistem pertahanan udara yang sangat mumpuni, jadi mereka harus ditembak jatuh.
"Medannya sangat terbuka dan memberikan jangkauan radar yang baik,” ujar Watling.
Watling mengatakan, pasukan Ukraina pada dasarnya terbang pada tingkat rendah dan menyerang, sehingga taktik mereka cukup mencolok. Menurut Watling, seiring berjalannya waktu, serangan Rusia menjadi lebih terorganisir dan mendorong pertahanan udara mereka. Dengan demikian kebebasan untuk menggunakan drone semakin berkurang.
"Jadi apa yang sekarang kita lihat adalah bahwa Ukraina harus berhati-hati ketika mereka melakukannya," kata Watling.
Dalam briefing kepada parlemen pada 9 Maret, Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace memuji drone bersama dengan senjata lain yang disumbangkan ke Ukraina oleh Barat. Ketika itu Wallace mengatakan, salah satu cara untuk memberikan dukungan udara jarak dekat adalah melalui drone TB2 buatan Turki.
"Drone mengirimkan amunisi ke artileri dan pasokan mereka, yang sangat penting untuk memperlambat atau memblokir kemajuan Rusia," ujar Wallace.
Drone juga telah mencetak kesuksesan di media sosial. Sebuah video tentang serangan udara Ukraina beredar luas di media sosial. Serangan udara tersebut menghancurkan kendaraan lapis baja Rusia. Duta besar Ukraina untuk Turki, Vasyl Bodnar, membagikan video serangan pesawat tak berawak itu di Twitter, termasuk video yang menunjukkan konvoi kendaraan militer Rusia yang hancur.
“Jadi selama mereka masih terbang, selama mereka masih bersenjata, mereka akan berguna. Mereka sebagian besar akan berguna untuk sisi propaganda. Video-video itu telah memikat orang karena Anda dapat melihat serangan udara dalam definisi tinggi," ujar Direktur Penelitian di Institut Penelitian Kebijakan Luar Negeri yang berbasis di Amerika Serikat, Aaron Stein.
Turki mulai menjual pesawat tak berawak TB2 ke Ukraina pada 2019. Kiev menggunakan drone tersebut dalam memerangi separatis yang didukung Rusia di wilayah Donbas timur. Pejabat Turki menolak untuk mengungkapkan rincian penjualan drone ke Ukraina, termasuk berapa banyak yang terlibat dalam operasi militer menyerang Rusia. Perkiraan independen menyebutkan, jumlah TB2 di Ukraina antara 20 dan 50.
Baca juga : Intelijen Militer Inggris Sebut Invasi Rusia Sebagian Besar Terhenti
“Saya pikir Turki sebenarnya berada di depan, tetapi tidak di pusat, setidaknya tidak secara publik dari konflik ini,” kata Direktur Program Penelitian Turki dan rekan senior di Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat di Washington DC, Soner Cagaptay.
"Kebijakan resminya mengenai perang adalah 'netralitas pro-Ukraina'. Ini bertindak netral. Turki ingin perang berakhir, tetapi secara militer membantu Ukraina. Turki telah menjual drone pembunuh ini ke Ukraina," kata Cagaptay menambahkan.
Menurut perkiraan, drone tersebut dijual dengan harga di bawah 2 juta dolar AS, dan diproduksi oleh perusahaan pertahanan Baykar. Perusahaan itu dimiliki oleh keluarga Selcuk Bayraktar, yang merupakan menantu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Drone TB2 telah membantu menyeimbangkan konflik di Libya, serta Azerbaijan dalam pertempuran dengan pasukan yang didukung Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh, yang disengketakan pada 2020. Ankara juga telah menggunakan pesawat tak berawak melawan militan Kurdi di Turki, dan Irak utara serta melawan pejuang Kurdi di Suriah. Drone yang lebih murah seperti itu cenderung memiliki dampak yang bertahan lama pada peperangan sebagai alat gesekan yang berguna, serta mampu menarik perhatian jet musuh yang lebih mahal.
Baca juga : Ukraina: Rusia Ingin Libatkan Pasukan Rezim Assad dalam Perang