Pakar UGM Bagikan Tips Cara Cek Investasi Bodong
Red: Fernan Rahadi
Saksi terlapor kasus aplikasi Binomo Indra Kesuma atau Indra Kenz (tengah) berjalan untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/2/2022). Penyidik Bareskrim melakukan pemeriksaan terhadap Indra Krenz terkait kasus dugaan penipuan investasi bodong aplikasi trading binary option Binomo. | Foto: ANTARA/Reno Esnir
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat perbankan, keuangan dan investasi FEB UGM, Eddy Junarsin, mengatakan masyarakat harus lebih waspada terhadap berbagai tawaran bisnis investasi yang menawarkan profit yang menggiurkan dalam waktu singkat. Sebab, bisnis normal tentunya tidak akan mampu memberikan keuntungan berlipat-lipat.
Oleh karena itu ia menawarkan masyarakat untuk memperhatikan dua hal dalam berinvestasi yakni soal legal dan logis. “Kata kuncinya itu 2 L. Legal dan logis. Ketika akan berinvestasi kita harus melihat perusahaan atau aplikasinya legal atau tidak. Lalu logis. Kita bisa menilai tingkat kewajaran. Jika menawarkan keuntungan hingga 200 persen per bulan misalnya tentu itu tidak logis,” kata Eddy Junarsin menanggapi kasus aplikasi Binomo yang menyeret dua orang influencer, dalam siaran pers yang diterima Republika, Sabtu (19/3/2022).
Menurut Eddy, tips tersebut bukan hanya berlaku bagi warga masyarakat yang berniat ingin menjadi investor namun juga berlaku bagi afiliator maupun influencer yang ingin mempromosikan sebuah bisnis investasi. “Dari sisi investor dan afiliator membiasakan berpikir lebih logis dan diteliti dulu,” katanya.
Supaya tidak terjebak pada investasi bodong atau bisnis yang tidak berizin, masyarakat yang mau berinvestasi sebaiknya terbiasa untuk mereka mendalami soal profil perusahaan penyedia aplikasi. “Sari tahu ini apa jualannya, apakah legal atau tidak, lalu pengalaman orang yang sudah investasi seperti apa,” katanya.
Kerugian yang diderita oleh korban Binomo menurut Eddy tidak sepenuhnya menyalahkan aplikasi Binomo sebab aplikasi tersebut dibuat dan juga beroperasi di negara luar yang melegalkan perjudian. Sementara di Indonesia sendiri melarang adanya perjudian. Bahkan dari sisi pemerintah sendiri selaku regulator masih lemah dalam pengawasan dari OJK, dan Bappebti selaku regulator dan pengawas. “Sosialisasi dan panduan kurang, belum sampai menjangkau masyarakat bawah,” ungkapnya.
Meskipun demikian, menurutnya para korban investasi bodong umumnya memiliki latar belakang yang berbeda. Ada sebagian mengetahui bahwa itu investasi bersifat gambling. Namun ada juga korban yang sekedar ikut-ikutan karena disosialisasi oleh influencer. “Ada yang tahu. Ada juga yang tidak tahu tapi ikut-ikutan influencer muda dan kaya. Tapi memang ada investor pengen gambling namun jika kalah marah,” paparnya.
Agar tidak terjadi kejadian serupa di kemudian hari, ia berharap pemerintah melalui OJK dan Bappebti menindak tegas aplikasi dan influencer investasi bodong dan tidak berizin yang beredar di dunia maya agar tidak merugikan masyarakat.