REPUBLIKA.CO.ID., MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (18/3/2022) mengatakan bahwa Moskow akan terus melanjutkan "operasi militer khusus" di Ukraina sampai semua rencananya dilaksanakan.
Berbicara di sebuah konser di Stadion Luzhniki Moskow, Putin secara implisit mengabaikan laporan dari media Barat yang mengklaim bahwa perang tidak berjalan sesuai rencana, sebaliknya menegaskan bahwa Moskow jelas mengawasi langkah selanjutnya di Ukraina.
"Kami tahu apa yang perlu dilakukan selanjutnya, bagaimana melakukannya selanjutnya, dan berapa biayanya. Dan kami pasti akan melaksanakan semua rencana yang ditentukan," ujar dia.
Putin mengatakan masyarakat Donbas, Ukraina Timur – sebuah daerah dengan populasi etnis Rusia yang besar – “dihukum karena mereka menentang kudeta 2014” – yang menggulingkan Presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych – dan tujuan Rusia di Ukraina adalah untuk membebaskan mereka dari tekanan militer dan blokade ekonomi dan memulihkan kehidupan normal.
Sejak 2014, Rusia telah mendukung separatis di Donbas, konflik yang telah merenggut 13.000 nyawa, menurut laporan PBB.
Militer Rusia dan pasukan pemberontak di wilayah Donetsk dan Luhansk, Ukraina – dua bagian yang memisahkan diri di Donbas yang diakui oleh Rusia – saling membantu seperti saudara, kata Putin.
"Kata-kata dari kitab suci muncul di benak saya: "Tidak ada cinta yang lebih besar daripada jika seseorang memberikan nyawanya untuk teman-temannya," sebut dia, mengutip Kitab Yohanes dari Alkitab.
Perang Rusia-Ukraina dimulai pada 24 Februari dengan klaim Rusia untuk melindungi Donbas dari “genosida”, tetapi dengan cepat menyebar ke seluruh negeri.
Perang telah menarik kecaman internasional, menyebabkan pembatasan keuangan terhadap Moskow, dan mendorong penarikan perusahaan global dari Rusia.
Setidaknya 816 warga sipil telah tewas dan 1.333 terluka di Ukraina sejak awal perang, kata PBB, sambil mencatat bahwa kondisi di lapangan membuat sulit untuk memverifikasi jumlah sebenarnya.
Lebih dari 3,16 juta orang juga telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, kata badan pengungsi PBB.