REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) menarik sejumlah uang dari para aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru Selatan, Provinsi Maluku, tanpa dasar aturan yang jelas. Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (21/3/2022), menyampaikan, untuk mengonfirmasi dugaan tersebut, tim penyidik KPK memeriksa enam saksi di Markas Komando Satuan Brimob Polda Maluku, Jumat (18/3) lalu.
"Enam saksi hadir dan dikonfirmasi terkait dengan dugaan adanya penarikan sejumlah uang dari para ASN Pemkab Buru Selatan oleh tersangka TSS tanpa dasar aturan yang jelas. Selain itu, tim penyidik juga mendalami pengetahuan para saksi perihal aliran uang untuk tersangka TSS dan aset yang dimilikinya," ujar Ali.
Enam saksi tersebut terdiri atas lima anggota DPRD Buru Selatan. Mereka yakni Ahmad Umasangadji, Ismail Loilatu, Herlin F Seleky, Mokesen Solisa, dan Vence Titawael, serta anggota TNI/Bintara Pembina Desa (Babinsa) Desa Mageswaen Ramil 1506-02 Koptu Husin Mamang. Selain enam saksi itu, KPK sebenarnya juga memanggil empat saksi lainnya.
Mereka adalah Wakil Ketua DPRD Buru Selatan La Hamidi dan tiga anggota DPRD Buru Selatan. Ketiganya yakni Orpa ASeleky, Abdul Gani Rahawarin, serta Ahmadan Loilatu. Namun, mereka tidak hadir. "Tiga saksi tersebut tidak hadir dan tim penyidik akan melakukan penjadwalan pemanggilan ulang," kata Ali.
Sebelumnya pada Rabu (26/1), KPK telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Buru Selatan tahun 2011-2016. Mereka adalah Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta sebagai penerima suap serta Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta sebagai pemberi suap. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan. Bahkan sejak awal menjabat.
Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya ialah mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek. Kemudian, Tagop merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait dengan rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee senilai tujuh hingga sepuluh persen dari nilai kontrak pekerjaan. Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus, besaran fee ditetapkan sekitar tujuh sampai 10 persen dan ditambah delapan persen dari nilai kontrak pekerjaan. Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp 14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp 14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Selanjutnya, uang itu ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK pun menduga sebagian dari nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp 10 miliar diberikan oleh Ivana karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus pada tahun 2015.