REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman, membacakan sendiri nota pembelaannya dalam lanjutan sidang kasus dugaan tindak pidana terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (21/3). Dia membantah habis-habisan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Munarman menganggap dakwaan yang ditujukan kepadanya hanyalah rekayasa yang dipaksakan. Dia menampik keterlibatannya dalam terorisme.
"Modus operandi fitnah dan rekayasa seperti ini dilakukan karena memang faktanya saya tidak ada kaitan dengan teroris manapun dan tindakan teroris manapun," kata Munarman dalam persidangan yang berlangsung tertutup itu.
Munarman menyatakan, kasus hukum yang menderanya kali ini hanyalah fitnah. Dia menuding ada pihak-pihak yang bersikukuh ingin membungkamnya dengan segala cara.
"Karena tidak ada bukti hukum apa pun, tapi targetnya saya harus masuk penjara," ujar Munarman.
Munarman turut menyoal pembubaran FPI yang dianggap organisasi terlarang oleh Pemerintah dan kasus unlawful killing terhadap enam laskar FPI. Menurutnya, berbagai peristiwa sempat coba dihubung-hubungkan agar membuatnya berada di balik jeruji besi.
"Pembubaran FPI memiliki justifikasi dan kasus enam pengawal HRS tidak bisa dipersoalkan secara hukum hak asasi manusia, maka operasi fitnah di luar akal sehat itu pun dilakukan tanpa malu," tutur Munarman.
Namun, lantaran gagal dihubung-hubungkan, Munarman menyebut, dibuatlah skenario lain untuk menjebaknya dalam kasus dugaan terorisme. Padahal, dia bersikeras tak punya hubungan dengan aksi terorisme.
"Mereka kelompok orang-orang zalim ini terus mencari-cari kesalahan saya dengan target utama memenjarakan saya," ucap Munarman.
Sebelumnya, JPU menuntut Munarman dengan hukuman delapan tahun penjara atas kasus dugaan tindak pidana terorisme dalam sidang Senin lalu. Munarman disebut melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Munarman dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dan terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata JPU.
JPU mengatakan, Munarman menyelenggarakan kajian untuk mempertebal keimanan, memberi motivasi dan ajakan mendukung ISIS di sejumlah wilayah. Tujuan Munarman melakukan itu, lanjut JPU, agar khilafah tegak di Tanah Air. Temuan-temuan itu yang menurut JPU pantas membuat Munarman terbukti melakukan permufakatan jahat.
"Agar menjadikan Indonesia negara khilafah daulah Islamiyah dengan merebut secara paksa dengan jihad sebagaimana ajaran ISIS dengan ancaman kekerasan mengandung paham khilafah, daulah Islamiah, syariat Islam, jihad, kafir, penggunaan simbol-simbol Abu Bakar al-Bagdadi seperti bendera, rompi ISIS digunakan berkelompok. Ini sebagai peringatan bahwa ISIS sudah tegak di Indonesia. Ditindaklanjuti dengan pendalaman kajian dan pelatihan fisik," kata JPU.