REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW— Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, memuji liputan Fox News tentang invasi ke Ukraina sebagai "sudut pandang alternatif" saat ini. Pernyataan tersebut dijelaskannya dalam wawancara panjang dengan jaringan RT yang dikendalikan negara Rusia.
Berbicara dalam bahasa Inggris, Lavrov menggambarkan Rusia sebagai "pemain yang sangat sangat kecil dalam perang informasi internasional." Dia mengatakan bahwa informasi dunia didominasi oleh media milik Amerika Serikat dan Inggris.
Menteri, yang merupakan sekutu dekat pribadi Presiden Vladimir Putin, juga menuduh Amerika Serikat menggunakan Tiktok untuk mencuci otak anak-anak."Ini adalah terorisme informasi, tidak diragukan lagi," lanjutnya, menyerang liputan Barat tentang invasi Rusia ke Ukraina dilansir dari The New Arab, Sabtu (19/3/2022).
"Jika Anda ingin persaingan informasi antarmedia, maka harus ada beberapa aturan," kata Lavrov.
Kondisi kebebasan berekspresi di Rusia terus menurun dengan cepat sejak invasi ke Ukraina, dengan beberapa media independen yang tersisa menghadapi pilihan antara penyensoran atau penutupan.
Sementara Lavrov menuduh media Barat memprovokasi perang informasi, Rusia terlibat dalam peredaran materi 'deepfake' yang tampaknya menunjukkan Presiden Volodymyr Zelensky memanggil pasukannya untuk menyerah.
Regulator penyiaran Inggris Ofcom pada hari Jumat mencabut lisensi saluran televisi yang didanai negara Rusia RT, dalam dampak internasional terbaru untuk Moskow setelah invasi ke Ukraina.
Langkah ini mengikuti larangan serupa yang diberlakukan oleh Uni Eropa dan operasi RT di Amerika Serikat ditutup awal bulan ini, karena negara-negara Barat berusaha untuk menghukum dan mengisolasi Rusia atas tindakannya.
Fox News selama ini telah dituduh memberikan "pelaporan yang bias" yang mendukung posisi politik konservatif, Partai Republik dan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Rusia melancarkan invasi besar-besaran pada 24 Februari. Ratusan warga sipil telah dilaporkan tewas atau terluka, termasuk anak-anak. Menurut PBB, lebih dari satu juta orang Ukraina telah melarikan diri.
Invasi yang diperintahkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin telah memicu kecaman di seluruh dunia dan sanksi ekonomi yang semakin berat terhadap Rusia. Putin bersikeras bahwa Ukraina memiliki hubungan bersejarah dengan Rusia.